Ahad 25 Oct 2015 19:00 WIB

Produk Halal Harus Tingkatkan Daya Saing

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Andi Nur Aminah
Produk halal (ilustrasi).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Produk halal (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia dinilai perlu meningkatkan daya saing produk halal mengingat 80 persen ekspor pangan halal dikuasai negara-negara non Muslim. Direktur Kerjasama APEC dan Organisasi Internasional lainnya, Kementerian Perdagangan, Deny W  Kurnia mengatakan, Kemendag memiliki arah kebijakan untuk memperluas pasar, diversifikasi produk, dan konsolidasi di dalam negeri.

Untuk pengamanan pasar nasional jangka panjang adalah dengan peningkatan daya saing dan ekspor, termasuk konsolidasi nasional produk halal agar diakui global. ''80 persen ekspor halal global dipegang non Muslim. Kita barus berbenah agar lebih baik. Eksportir halal terbesar adalah Turki,'' kata Deny, Ahad (25/10).

Pasar ekspor halal produk Indonesia sendiri lebih banyak ke Malaysia dan Timur Tengah. Deny mengakui, ekspor ke Timur Tengah memang naik.

Produknya pun masih suputar minyak sawit mentah (CPO) dan otomotif. Tapi Indonesia harus bersiap soal potensi halangan tarif dan non tarif.

Regulator perdagangan internasional, WTO, punya aturan yang juga diacu Indonesia. Sementaara untuk produk halal, Organisasi Kerja Sama Islam (OIC) yang menaungi kepentingan ini bagi anggota termasuk mutu dan isu kepatuhan agama.

''Sehingga ada penghormatan atas negara yang ingin mencapai tujuan keagamaan dan komersil, tinggal bagaimana ini bisa sejalan bersama,'' ungkap Deny.

Menurut Deny, Indonesia memang aktif di Standards and Metrology Institute for Islamic Countries (SMIIC), tapi belum menjadi anggota. Indonesia perlu menentukan sikap karena sertifikasi akan terkait harmonisasi dan akreditasi global.

Dia mengatakan, jika sertifikasi pemerintah tidak dihormati, Indonesia bisa mengadukan ke WTO. "Kita harus lakukan sesuatu agar tidak tersingkir,'' kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement