Ahad 25 Oct 2015 07:10 WIB

Dari Perut Bumi Mengalir ke Dapur Rumah Tangga

Rep: M. Akbar Wijaya/ Red: Dwi Murdaningsih
pelatihan memasak dalam rangka HUT PGN ke 50.
Foto: Republika/ idealisa masyafrina
pelatihan memasak dalam rangka HUT PGN ke 50.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR – Siang itu, sekira pertengahan Oktober, Darsiyem sedang memasak. Sehari-hari, Darsiyem ialah ibu rumah tangga. Untuk menambah penghasilan keluarga, dia menjalankan bisnis sampingan berupa katering makanan. Alhasil, ketersediaan gas menjadi salah satu kebutuhan wanita berusia 55 tahun ini. Beruntung, di tempat tinggalnya kini mengalir gas alam milik Perusahaan Gas Negara (PGN).

Darsiyem bercerita untuk memasak 100 kilogram pesanan kentang goreng dan 100 kilogram kacang bawang goreng, dia hanya membayar tagihan bulanan kurang dari Rp 100 ribu. Sejak gas PGN mengalir ke dapurnya bisnis katering Darsiyem lebih berkembang. Sebab, menurut dia, gas PGN lebih praktis dan ekonomis.

 “Kalau hanya untuk masak dan masak air paling hanya 60 ribu,” katanya saat ditemui wartawan Republika.co.id di perumahan Taman Cimanggu, Bogor Barat.

Perumahan Taman Cimanggu Bogor  yang menjadi tempat tinggal Darsiyem sudah dialiri gas PGN sejak 10 tahun lalu. Gas alam mengalir dari perut bumi ke dapur-dapur warga Taman Cimanggu ini hadir dari inisiatif warga. Ketika itu, sekitar tahun 2004 warga serentak mendaftar menjadi pelanggan PGN. Mereka tertarik dengan tawaran kepraktisan dan biaya berlangganan bulanan yang lebih ekonomis dibandingkan gas tabung.

Sejak menjadi pelanggan PGN, Darsiyem tidak perlu lagi khawatir kehabisan gas saat memasak di malam hari. Dulu, saat masih menggunakan gas tabung, Darsiyem acap kelimpungan saat persediaan gasnya habis di malam hari. Maklum tidak semua warung penjual gas buka selama 24 jam. Apalagi, pada jam-jam malam sangat sukar mencari orang yang mau mengantar gas tabung dengan berat total sekitar 37 kilogram ke rumahnya.

 “Waktu itu sekitar 2004 ada pemasangan gebyar (serentak). Di sini sebagian besar pasang gas PGN,” kata Darsiyem.

Darsiyem membandingkan biaya bulanan yang ia keluarkan saat masih menggunakan gas tabung 12 kilogram dan setelah berlangganan gas PGN. Selama 10 tahun menjadi pelanggan PGN dia tidak pernah menerima tagihan bulanan mencapai lebih dari Rp 100 ribu. Angka yang disebutkan Ibu Darsiyem jauh lebih ekonomis jika dibandingkan harga gas tabung 12 kilogram yang sebelumnya ia gunakan.

Saat ini harga gas tabung dengan berat bersih 12 kilogram berkisar Rp 134.600 sampai Rp 136.000. Saat itu, jika sedang banyak pesanan katering dia bisa membeli dua tabung dalam sebulan. Artinya ia mesti merogoh kocek sekitar Rp 269.200 sampai Rp 272.000 per bulan. “Jauh harganya kalau dibandingkan gas PGN mah,” katanya dengan logat Sunda.

Siang itu Ibu Darsiyem tidak sendiri. Ia ditemani dua orang tetangganya: Ibu Akhim dan Ibu Bachtiar. Mereka ikut berbagi pengalaman.  Ibu Akhim mengatakan nyala api kompor yang berasal dari gas PGN tidak kalah dengan gas tabung. Ibu Akhim mengajak Republika.co.id melongok ke dapur rumahnya. Saat kompor ia nyalakan tampak api berwarna biru menyala merata. Menurutnya api biru yang menyala rata tidak hanya membuat waktu memasak lebih efisien, tapi juga membuat masakan matang sempurna.

Warga perumahan Taman Cimanggu membayar tagihan bulanan gas PGN secara kolektif. Biasanya ada satu orang kordinator berkeliling ke rumah-rumah warga mengambil uang tagihan bulanan. Hal ini memudahkan warga membayar tagihan bulanan. Belasan tahun menjadi pelanggan gas PGN Ibu Akhim mengaku tidak pernah mengalami kendala berarti. Ia juga tidak pernah mendengar keluhan serius dari warga soal gas PGN.

Soal perawatan dan keamanan juga tidak ada persoalan. Ibu Bachtiar mengatakan merawat saluran gas PGN relatif mudah. Ia mencontohkan, pelanggan cukup membasahi pipa saluran gas dengan air busa sabun untuk mendeteksi kebocoran. Jika terdapat ke bocoran maka air busa sabun akan mengeluarkan gelembung-gelembung kecil. Kalau sudah begitu, warga tinggal menelpon petugas PGN untuk perbaikan.

Namun Ibu Bachtiar mengakui sempat ada warga di sekitar Perumahan Taman Cimanggu yang menolak menggunakan gas PGN. Kebanyakan mereka menduga gas PGN berbahaya. Belakangan begitu tahu dugaan mereka salah, banyak warga yang tadinya menolak malah justru bersama-sama ingin menjadi pelanggan. “Sekarang kampung-kampung sebelah pengen daftar,” kata Ibu Bachtiar.

Keinginan warga menikmati fasilitas gas bumi direspon oleh PGN Kota Bogor. Akhir April 2014 lalu Manager Area Bogor PT PGN Tbk Yohanes Candra meresmikan instalasi jaringan gas bumi untuk 4.053 rumah tangga di wilayang Cibinong, Kabupaten Bogor. Yohanes mengatakan PGN siap menyalurkan gas untuk 10 sektor perumahan di kawasan Bogor. “Gas siap mengalir ke semua rumah itu,” kata Yohanes.

Upaya membangun jaringan instalasi gas memang bukan kerja gampang. PGN menggandeng Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk membangun jaringan gas bagi warga Cibinong. Yohanes mengatakan sinergi antara PGN dan Ditjen Migas Kementerian ESDM terbukti efektif dalam mempercepat perluasan pemanfaatan gas bumi untuk sektor rumah tangga.

Sekretaris PGN Pusat Heri Yusuf mengatakan instalasi jaringan gas PGN telah menyebar dari wilayah Medan, Palembang, Batam, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Timur. Selain melayani kebutuhan rumah tangga jaringan pipa tersebut juga melayani kebutuhan industri. Seratus ribu rumah sudah mendapat layanan gas PGN.

Saat ini, PGN sedang menyelesaikan proyek pipa gas baru sepanjang 72 kilometer di Jawa Timur. Heri mengklaim jaringan pipa gas baru ini mampu menghemat biaya produksi perusahaan hingga Rp 2,06 triliun per tahun. Jika proyek ini selesai maka infrastruktur pipa gas eksisting PGN di Jawa Timur mencapai 829 kilometer.

Ada perbedaan dalam proses pemasangan instalasi gas untuk kebutuhan industri dan rumah tangga. Pemasangan instalasi gas untuk rumah tangga lebih kompleks. Menurut Heri, tidak semua warga di satu kompleks perumahan bersedia daerahnya di bangun jaringan pipa gas. Padahal biaya investasi pembangunan jaringan pipa gas terbilang besar. Walhasil PGN hanya melayani permintaan pemasangan gas secara kolektif.

“Kalau industri kan pakainya banyak. Kalau perumahan mesti satu komplek. Kita kadang mengalami kesulitan perizinan (di perumahan),” katanya.

Bagi Heri pemanfaatkan gas untuk kebutuhan rumah tangga tidak hanya berkait paut dengan efisiensi ekonomi. Pemanfaatan gas PGN untuk kebutuhan rumah tangga juga menyangkut soal kedaulatan energi bangsa. Indonesia memiliki cadagan gas bumi yang sangat besar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement