Rabu 21 Oct 2015 15:10 WIB
Setahun Jokowi-JK

Satu Tahun Jokowi, Rapor Ekonomi Paling Buruk

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Ilham
Presiden Jokowi peringati Maulid Nabi Muhammad SAW 1436 hijriah di Silang Monas, Jakarta, Sabtu (3/1).
Foto: Antara
Presiden Jokowi peringati Maulid Nabi Muhammad SAW 1436 hijriah di Silang Monas, Jakarta, Sabtu (3/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Institute National Development and Financial (Indef), Enny Sri Hartati mengatakan, persepsi kepuasan publik terhadap setahun pemerintahan Jokowi-JK cukup bervariasi.

"Kalau kita lihat berbagai media, hampir semua media dan lembaga riset secara umum persepsi kepuasan kepada pemerintah masih rata-rata 50 persen," ucapnya dalam Seminar Nasional bertajuk "Ekonomi Indonesia Menuju Krisis?" di Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie, Jalan Yos Sudarso Kav. 87, Sunter, Jakarta Utara, Rabu (21/10).

Namun, bervariasinya persepsi kepuasan publik, tidak terjadi pada indikator ekonomi yang buruk, dimana hampir seluruhnya tidak ada yang mencapai angka 50 persen.

"Tapi di rapor ekonomi tak ada yang di atas 50 persen, di bidang lain bervariasi, kenapa di ekonom persepsi hampir sama," lanjutnya. Ia menilai, persepsi di sektor ekonomi menggambarkan apa yang benar-benar terjadi di masyarakat.

Enny memuji sikap Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suahasil Nazara yang tidak menampik jika kondisi perekonomian Indonesia memang sedang kurang baik.

Menurutnya, hal itu dibutuhkan masyarakat, ketimbang terus berkelit dengan keadaan yang terjadi sebenarnya. "Ketika masyarakat sudah merasakan tekanan yang begitu luar biasa tapi pemerintah bilang kalau kita aman, tenang saja, dan ini akan berujung pada ketidakpuasan," katanya menambahkan.

Ia melanjutkan, kalau pemerintah hanya berkata baik-baik saja, maka tidak akan ada kebijakan yang secara darurat dikeluarkan untuk mengatasinya.

Enny mengaku setuju bahwa Program Nawa Cita tidak bisa ditagih dalam kurun waktu setahun. Namun kalau di sektor ekonomi, proses yang dikerjakan hari ini, akan kelihatan hasilnya di kemudian hari.

"Kalau hari ini daya beli masyarakat anjlok, kesempatan kerja menurun drastis, artinya optimis bisnis di masa yang akan datang bisa diperkirakan," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement