REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Data impor Cina turun tajam pada September 2015 karena anjloknya harga komoditas serta melemahnya permintaan.
Meski ekspor juga mencatat data lebih rendah dari perkiraan, 3,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, nilai impor anjlok hingga lebih dari 20 persen. Nilai impor Cina terus turun dalam 11 bulan berturut-turut.
Otoritas perdagangan setempat mencatat nilai impor Cina jatuh hingga 20,4 persen pada September 2015 dari periode yang sama tahun sebelumnya menjadi 145,2 miliar dolar AS. Kondisi tersebut dinilai membuat pemerintah Beijing harus berupaya keras untuk mencegah deflasi
Pasar saham di Asia Pasifik jatuh setelah pengumuman data tersebut. Indeks Nikkei di Tokyo jatuh 1,1 persen, indeks Hang Seng di Hong Kong turun 0,53 persen, dan Shanghai Composite jatuh 0,225.
Melemahnya permintaan di dalam dan luar negeri, membuat ekspor dan impor Cina turun 8,1 persen, pertama dalam sembilan bulan terakhir sejak 2014. Data tersebut jauh lebih rendah dari target pemerintah yang ingin menumbuhkan perdagangan tahun ini hingga enam persen.
"Secara umum, tidak ada wilayah pertumbuhan dalam data. Volume perdagangan masih tetap rendah, " ujar ekonom senior dari Commerzbank di Singapura, Zhou Hao seperti dikutip the Guardian, Selasa (13/10).
Cina diperkirakan akan mengalami pertumbuhan ekonomi paling rendah dalam 25 tahun terakhir pada tahun ini. Kondisi itu diperkirakan terjadi karena rendahnya permintaan, kelebihan produksi, rasio utang yang tinggi, dan melemahnya investasi.