Senin 12 Oct 2015 16:00 WIB

Perpanjangan Kontrak Freeport Masih Bisa Gagal

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nidia Zuraya
Suasana pemandangan Grasberg Mine milik PT. Freeport Indonesia.
Foto: Antara
Suasana pemandangan Grasberg Mine milik PT. Freeport Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski perpanjangan Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia secara kuat sudah diisyaratkan pemerintah, masih ada sejumlah hambatan yang semestinya masih mengganjal jalan Freeport untuk mendapat perpanjangan KK.

Salah satunya adalah ganjalan mengenai kewajiban divestasi. Paling lambat, 14 Oktober 2015, Freeport sudah harus  menawarkan sahamnya kepada pemerintah untuk kemudian mendivestasikan lagi sahamnya sebesar 10,64 persen. Lalu, 10 persen lagi akan didivestasikan pada Oktober 2019. Saat ini, pemerintah baru memiliki 9,36 persen saham Freeport.

Masalah kewajiban divestasi Freeport inilah yang ternyata hingga kini belum final. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot menyebutkan, pihaknya masih melakukan negosiasi atas masalah ini.

"Kita masih negosiasi, khususnya soal kewajiban divestasi. Kita masih melakukan diskusi dengan Freeport," ujarnya.

Ketika dikonfirmasi kepada Freeport, perusahaan pertambangan asal Amerika Serikat (AS) ini menyatakan belum ada mekanismenya divestasi yang ditetapkan antara pemerintah dan Freeport. "Hingga saat ini, belum ada mekanismenya," ujar VP Corporate Communication Freeport Indonesia Riza Pratama, Senin (12/10).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement