REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski perpanjangan Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia secara kuat sudah diisyaratkan pemerintah, masih ada sejumlah hambatan yang semestinya masih mengganjal jalan Freeport untuk mendapat perpanjangan KK.
Salah satunya adalah ganjalan mengenai kewajiban divestasi. Paling lambat, 14 Oktober 2015, Freeport sudah harus menawarkan sahamnya kepada pemerintah untuk kemudian mendivestasikan lagi sahamnya sebesar 10,64 persen. Lalu, 10 persen lagi akan didivestasikan pada Oktober 2019. Saat ini, pemerintah baru memiliki 9,36 persen saham Freeport.
Masalah kewajiban divestasi Freeport inilah yang ternyata hingga kini belum final. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot menyebutkan, pihaknya masih melakukan negosiasi atas masalah ini.
"Kita masih negosiasi, khususnya soal kewajiban divestasi. Kita masih melakukan diskusi dengan Freeport," ujarnya.
Ketika dikonfirmasi kepada Freeport, perusahaan pertambangan asal Amerika Serikat (AS) ini menyatakan belum ada mekanismenya divestasi yang ditetapkan antara pemerintah dan Freeport. "Hingga saat ini, belum ada mekanismenya," ujar VP Corporate Communication Freeport Indonesia Riza Pratama, Senin (12/10).