Senin 05 Oct 2015 15:56 WIB

Data PHK Buruh dari Lembaga Pemerintah Lebih Sedikit

Rep: C03/ Red: Nur Aini
Buruh
Buruh

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbedaan data jumlah tenaga kerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dinilai membuat ketidakpastian. Apalagi, data yang dipakai lembaga pemerintah berbeda dan cenderung lebih sedikit dari data serikat pekerja.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengakui data PHK yang ada simpang siur. Kendati demikian dia tak menampik terjadinya PHK. 

Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, adanya perbedaan jumah tenaga kerja yang terkena PHK tersebut dikarenakan adanya ketidaksamaan dalam pengambilan data. 

Jumlah PHK hingga akhir September sebanyak 43.085 orang sebagaimana dirilis Kementrian Tenaga Kerja hanya merupakan data perusahaan di Provinsi dan Kabupaten yang tutup dan melakukan PHK.

“Makanya data Depnaker itu relatif lebih kecil, dia belum ambil seperti di Sumatera, Aceh. Sedang Menko Perekonomian membandingkan dengan (data) Jaminan Hari Tua dari BPJS Ketenagakerjaan. Padahal ada karyawan yang di-PHK langsung mencairkan, ada yang ditunda karena mereka berharap bisa kerja lagi dan JHT-nya ditabung. Jelas data BPJS Ketenagakerjaan lebih kecil,” jelas Said Iqbal saat dihubungi Republika.co.id, Senin (5/10).

Sementara itu, Said memaparkan data yang diperoleh KSPI merupakan gabungan dari karyawan yang terkena PHK dan berpotensi di-PHK atau dirumahkan dan pengurangan jam kerja. Hingga saat ini, KSPI mencatat total keseluruhan mencapai lebih dari 100 ribu orang. 

Nah, kalau yang sudah di PHK catatan kami 79 ribu,” tuturnya. 

Said mendesak agar pemerintah melalui Kemenaker segera mengumumkan jumlah pasti angka buruh yang terkena PHK. Meski sampai saat ini belum ada pertemuan resmi antara pemerintah, pengusaha, dan buruh untuk mencocokan total tenaga kerja yang terkena PHK.

“Tapi dalam forum tripatit kami sampaikan agar cepat ambil langkah. Sebaiknya perusahaan juga sebelum PHK sebaiknya rumahkan dulu atau kurangi jam kerjanya. Kalau terpaksa, maka rundingkan hak-hak buruh,” tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement