REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komite I DPD, Abdul Aziz Khafia menilai dua paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla belum membumi alias belum langsung melibatkan rakyat. Menurutnya, prinsip mandiri yang ingin dikembangkan dalam paket kebijakan tersebut tidak terlihat.
Faktanya, kata Aziz, yang terlihat di lapangan justru malah pemerintah saat ini sangat bergantung pada pihak ketiga.
"Pemerintah harus confident dengan dirinya sendiri. Jangan lagi mengiba-iba pada investor. Ini kan mengecilkan diri sendiri, padahal kita punya kekuatan," kata Aziz dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (4/10).
Aziz mengatakan, program dana desa yang dikeluarkan pemerintah memang menguntungkan desa. Dana desa, lanjutnya, menjadi semacam terapi agar desa tidak begitu bergejolak menghadapi keadaan ekonomi yang sedang lesu saat ini. Hal inilah yang kata Aziz seharusnya menjadi fokus pemerintah, yakni menguatkan level bawah.
"Dalam konteks penguatan daerah saya setuju kita bangun dari desa, tapi pemerintah harus percaya diri. Dengan tingginya dolar, level grass root harus dikuatkan, bukan mengiba pada investor," ujarnya.
Menurut dia, paket tidak akan berdampak jika pemerintah tidak memberikan tauladan. Pemerintah harus menunjukkan kemandirian untuk diteladani. "Paket harus membumi, tidak hanya jadi konsumsi para elit," kata senator asal DKI Jakarta itu lagi.
Pemerintah berkomitmen memangkas sejumlah regulasi agar dapat memicu pertumbuhan ekonomi. Komitmen tersebut dituangkan dalam dua paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan pemerintah.
Paket kebijakan jilid dua yang dikeluarkan di antaranya terkait percepatan pemberian insentif tax allowance dan tax holiday. Selain itu, pemerintah juga menjanjikan pemberian izin investasi di kawasan industri yang hanya membutuhkan waktu tiga jam.
Presiden menugaskan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dengan berkoordinasi dengan kementerian teknis diminta untuk memotong izin-izin yang dibahas. Utamanya, industri yang akan menjadi tulang punggug pembangunan ekonomi Indonesia ke depan.