Ahad 04 Oct 2015 08:27 WIB

'Harusnya Harga yang Turun BBM Solar, Bukan Premium'

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Erik Purnama Putra
 Pengendara sepeda motor mengisi bahan bakar jenis premium secara mandiri di salah satu SPBU di Jakarta, Selasa (29/9).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pengendara sepeda motor mengisi bahan bakar jenis premium secara mandiri di salah satu SPBU di Jakarta, Selasa (29/9).

REPUBLIKA.CO.ID,‎ JAKARTA -- Saat ini harga bahan bakar minyak (BBM) premium menjadi perbincangan. Pasalnya ada sebagian kalangan yang menginginkan harga premium diturunkan, namun ada pula yang ingin harga tersebut tetap.

Anggota Komisi VI DPR  Bambang Haryo Soekartono mengatakan, jika harga premium diturunkan berarti pemerintah tidak paham permasalahan ekonomi bangsa. "Harusnya yang diturunkan adalah BBM solar, baik subsidi maupun nonsubsidi," ujarnya dalam pesan singkatnya, baru-baru ini.

Politikus Partai Gerindra tersebut menyatakan, BBM solar digunakan untuk kepentingan transportasi logistik yang menunjang proses produksi di dunia industri apapun juga, mulai dari bahan mentah, setengah jadi hingga barang jadi sehingga ongkos produksi menjadi murah, termasuk pemasarannya.

"Harusnya pemerintah paham semua proses perdagangan selalu menggunakan transportasi logistik maupun publik yang menggunakan BBM solar," kata Bambang.

Apabila penurunan harga terjadi pada BBM solar maka harga barang baik manufaktur maupun pangan yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat akan menjadi murah dan daya beli masyarakat menjadi tinggi. Pemerintah harusnya bukan malah mewacanakan penurunan harga BBM premium yang hanya bermanfaat untuk transportasi pribadi yang dipergunakan banyak masyarakat kelas atas.

Pemerintah, kata Bambang, harus mengawasi Pertamina yang banyak menipu rakyat dimana harga BBM baik solar maupun premium secara internasional sudah jauh lebih rendah dari harga yang berlaku sekarang. "Kalau perlu harus diaudit," ucapnya.

Kebijakan yang diambil pemerintah nantinya diharapkan jangan hanya pencitraan semata, tetapi betul-betul berdasarkan pada asas manfaat untuk publik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement