REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (Amkri) Abdul Sobur mengatakan, salah satu perusahaan mebel besar di Sidoarjo, Jawa Timur telah memutuskan untuk memindahkan pabriknya ke Vietnam. Perusahaan tersebut saat ini sudah mulai berkemas dan akan pindah pada awal 2016 mendatang.
"Ini perusahaan asing asal Taiwan yang sudah tiga tahun beroperasi di Indonesia, salah satu alasan mereka pindah yakni karena faktor perburuhan dan UMR," ujar Abdul di Jakarta, Selasa (29/9).
Abdul menjelaskan, UMR di Indonesia melonjak sampai 150 persen dalam kurun waktu tiga tahun. Hal ini sangat memberatkan, karena perusahaan asal Taiwan tersebut memiliki sekitar tiga ribu karyawan. Perusahaan itu memutuskan pindah setelah membandingkan kebijakan, upah buruh dan fasilitas yang lebih efisien di Vietnam.
Sementara itu, Ketua Umum Amkri Rudi Halim mengatakan, ada beberapa hambatan ekspor mebel dan kerajinan. Diantaranya aturan regulasi wajib SVLK, penyelundupan bahan baku rotan mentah, harga bahan baku kayu terutama kayu jati tinggi, kenaikan UMR, dan besarnya biaya bongkar muat di pelabuhan. Menurutnya, hambatan tersebut dapat menurunkan daya saing industri mebel dan kerajinan Indonesia di pasar internasional.
Salah satu hambatan yang paling mendesak untuk diperbaiki yakni kewajiban SVLK. Pasalnya, industri mebel dan kerajinan merupakan produk hilir sehingga tidak perlu diberlakukan SVLK. Selain itu, besaran UMR harus ditetaapkan di tingkat pusat dan disentralisasi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.