REPUBLIKA.CO.ID,PEKANBARU -- Sejumlah petani kelapa sawit di Pekanbaru, Provinsi Riau menjerit akibat rendahnya harga jual buah sawit dan turunnya produksi per satuan luas. Permainan pasar oleh bandar dan kemarau panjang diduga menjadi faktor penyebabnya.
"Harga buah sawit jatuh pada level terendah yang hanya Rp 500 per kilogram pada pekan lalu," kata petani sawit di Pekanbaru Mansyur (42 tahun) kepada Republika.co.id, Senin (28/9).
Harga buah sawit mulai merosot sejak awal tahun. Saat itu, harga sawit masih di kisaran Rp 1.650 per kilogram. Namun, setelan Idul Fitri 2015, harga jual sawit di tingkat petani terjun bebas hingga Rp 500 per kg.
"Mau untung dari mana kalau harganya sebesar itu. Kalau kita maksakan panen, justru akan rugi," ungkap Mansyur. Kerugian itu berasal dari biaya transportasi dan biaya petik.
Minimal, kata Mansyur yang memiliki lahan sawit seluas 15 hektare, harga jual sawit di atas Rp 1.200 per kg. "Itu sudah ada untungnya, walaupun tipis," ujarnya.
Saat ini, kata Mansyur, harga buah sawit mulai bergerak naik lagi. Harga pada awal pekan ini baru mencapai Rp 699 per kg. "Turunnya harga sawit ini, tak terlepas dari permainan bandar," katanya.
Selain karena faktor anjloknya harga jual sawit, petani pun dipusingkan dengan menurunnya tingkat produksi per satuan luas. Petani sawit lainnya Hendra (45) mengatakan, akibat kemarau panjang, produksi buah sawit mengalami penurunan sekita 10 persen.
"Produksi normal sekitar tiga ton per hektare-nya. Tapi, karena kemarau ini, produksi jadi turun 75 persennya," kata Hendra yang memilik dua hektare lahan sawit.