Senin 21 Sep 2015 15:59 WIB

Soal Impor Garam, Ini Kata Mendag dan Menperin

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Teguh Firmansyah
Pekerja memanen garam di desa Santing, Kecamatan Losarang, Indramayu, Jawa Barat, Senin (22/6).  (Antara/Dedhez Anggara)
Pekerja memanen garam di desa Santing, Kecamatan Losarang, Indramayu, Jawa Barat, Senin (22/6). (Antara/Dedhez Anggara)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli mengubah mekanisme kuota impor garam menjadi mekanisme tarif. Diharapkan, tarif yang didapat akan masuk ke dalam Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan bisa digunakan sebagai sumber pembiayaan pembangunan.

Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Lembong mengaku mendukung penuh langkah Rizal Ramli tersebut.

"Jadi dari sisi Kemendag, kami komitmen untuk merombak, supaya industri garam tata niaganya sehat, bebas dari praktek oligopoli yang menciptakan masalah," ujarnya di Kantor Kemenko Kemaritiman, Gedung BPPT Lantai 3, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (21/9)

Sesuai arahan Rizal Ramli, ia menegaskan, para menteri sangat komitmen menjaga stabilitas dan kelangsungan industri. "Apalagi saat ekonomi melambat, banyak terjadi PHK. Kami komitmen betul agar industri tidak terdelusi," katanya menambahkan.

Ia tidak menampik adanya praktek tidak sehat dalam permasalahan ini.  Di tempat yang sama, Menteri sependapat dengan apa yang diutarakan Lembong. "Buat kami apa yang disampaikan Pak Thomas Lembong benar, jangan sampai industri kekurangan bahan baku," katanya.

Untuk itu, perlu ada kerja sama dan koordinasi yang apik. "Garam, kalau bisa ada kualitas tinggi, menengah dan sedang. Nanti ada tim bersama bagaimana memonitoring agar tidak ada hal-hal yang tidak kita inginkan. Intinya industri tidak akan kekurangan bahan baku," tegas Saleh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement