REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Presiden Joko Widodo menegaskan investasi kereta cepat memerlukan penghitungan yang tepat dan pemerintah masih menunggu investor yang mampu.
"Kalau ada yang berinvestasi apapun akan saya berikan silahkan, misalkan kereta cepat, siapa bilang di-cancel?" kata Presiden saat bertemu dengan masyarakat Indonesia yang tinggal di Qatar, di Kedutaan Besar RI di Doha, Senin (14/9) malam waktu setempat.
Presiden mengatakan, kebutuhan pembangunan kereta cepat mencapai Rp 70 triliun sampai Rp 80 triliun membuat pemerintah memilih proyek tersebut ditangani secara bisnis to bisnis.
"Kalau dari APBN Rp70-80 triliun lebih baik buat waduk kalau investor mau silahkan tapi berikan hitungan yang benar, misalkan berapa investasinya, di-join dengan BUMN mau tidak, peralatannya pakai dalam negeri atau bawa dari sana. Tiket bisa naik atau tidak, kalau 'clear' silahkan, hitungan harus dijelaskan," kata Presiden.
Pemerintah telah memutuskan terkait pembangunan kereta cepat, ada tiga poin yang ditekankan yaitu tidak menggunakan APBN, tidak menggunakan jaminan negara dan yang ketiga adalah jenis kerjasama bisnis to bisnis.
"Saya menunggu hitung-hitungannya kalau pas silahkan jalan, bukan dibatalkan, siapa yang bilang dibatalkan," tegas Presiden.
Ditambahkan Presiden, "ada alternatif, kereta api 350 km per jam atau 250 km per jam berapa, hitungan politik dan jangka panjang pola ekonomi dan sistem yang lainnya." Presiden juga mengatakan pemerintah tidak mau didikte oleh investor.