Jumat 04 Sep 2015 22:00 WIB

Pemerintah Susun Syarat Proyek Kereta Berkecepatan Sedang

Rep: Satria Kartika Yudha/ Red: Djibril Muhammad
Darmin Nasution
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Darmin Nasution

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan menyusun kerangka acuan bagi investor yang ingin menggarap proyek kereta berkecepatan sedang Jakarta-Bandung. Hal ini dilakukan setelah pemerintah memutuskan membatalkan proyek kereta cepat yang sebelumnya diperebutkan Cina dan Jepang.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, salah satu penyebab dibatalkannya proyek kereta cepat milik Cina dan Jepang karena proposalnya kurang komprehensif. "Nanti, bukan hanya spesifikasi teknis yang ada dalam proposal," kata Darmin di kantornya, Jumat (4/9).

Darmin menjelaskan, beberapa poin kerangka acuan yang harus dipikirkan investor adalah masalah pelayanan, standar pemeliharaan, termasuk manajemen traffic dengan transportasi umum lainnya seperti bus juga kereta api lainnya. "Bahkan termasuk pembangunan properti," ujarnya.

Setelah kerangka acuan rampung, pemerintah akan kembali mengundang perwakilan dari Cina dan jepang. Bahkan, kata dia, tidak menutup kemungkinan investor dari negara lain seperti Korea, Jerman, Spanyol, dan Inggris.

Darmin mengatakan, investor dari negara lain akan banyak yang tertarik karena pemerintah memutuskan mengganti proyek kereta cepat dengan kereta berkecepatan sedang. "Yang bisa membangun kereta berkecepatan sedang itu banyak. Ada Spanyol, Korea, dan Inggris," ujarnya.

Awalnya, kereta cepat Jakarta-Bandung dengan jarak 150 km, direncanakan memiliki delapan stasiun pemberhentian. Kecepatan kereta diproyeksikan 350 km per jam. Namun, karena ada delapan pemberhentian, kecepatan kereta tidak mungkin bisa sampai 350 km per jam. Atas alasan itu pula pemerintah lebih memilih kereta berkecepatan sedang.

Ditegaskan Darmin, proyek kereta berkecepatan sedang ini tidak mengubah komitmen pemerintah. Proyek tetap dikerjakan dengan skema bussiness to bussiness.

Pemerintah tidak akan mengucurkan sedikitpun dana dari APBN dalam bentuk apapun. Termasuk dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) bagi BUMN yang berminat bekerjasama menggarap proyek ini.

"Tidak boleh membebani APBN baik langsung maupun tidak langsung. Proyek ini murni bisnis," kata Darmin menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement