Senin 31 Aug 2015 22:03 WIB

Ini Penyebab TKA Cina Banyak di Indonesia Menurut Kemenaker

Rep: C02/ Red: Bayu Hermawan
Tenaga kerja asing  (ilustrasi)
Foto: Reuters/China Daily
Tenaga kerja asing (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyaknya peralatan asal China yang dipakai di Indonesia menjadi faktor utama banyaknya Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China di Indonesia.

Direktorat Jenderal Penempatan dan Pembinaan Tenaga Kerja (Ditjen Binapenta), Heri Sudarmanto mengatakan Indonesia masih mengalami ketergantungan dengan perlatan asal China. Khususnya untuk  alat-alat berat.

Sehingga perlu TKA asal China untuk menjalankan alat-alat tersebut. Apalagi penjelasan penggunaan alat, kebanyakan menggunakan bahasa China. Karena itulah, TKA asal China menjadi  banyak dipakai di Indonesia.

"Kita masih banyak memakai alat asal China. Jadi kita perlu mereka juga untuk menjalankan alat tersebut," katanya kepada Republika, Senin (31/8).

Alasan lainnya, Heri menyebutkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) perlu pendampingan penggunaan alat. Setiap TKA China akan didampingi satu orang TKI yang mempunyai kompetensi di bidang yang sama.

Meskipun secara skala pendidikan TKI tersebut berada di bawah TKA China. Agar TKA tidak menetap dan alih fungsi alat bisa berada di tangan TKI. Kemenaker pun memberikan batasan waktu kerja bagi TKA China.  

Batasan waktu itu diterapkan dalam Peraturan Menteri nomor 16 tahun 2015, yang menyebutkan batasan selama enam bulan kerja. Kondisi ini kata Heri juga berlaku pada peralatan negara lain yang dipakai di Indonesia.

"Setelah enam bulan mereka akan pulang ke negara asal. Setelah itu penggunaan alat akan beralih ke tangan TKI. Intinya mereka hanya sosialiasi," ujarnya.

Sedangkan untuk  penggunaan bahasa, dalam sosialisasi alat. TKA diwajibkan bisa berbahasa Indonesia. Meskipun dalam Permen nomor 16 tidak disebutkan.

Namun di lapangan kewajiban berbahasa Indonesia itu diterapkan. Jadi, TKI yang menjadi pendamping alih teknologi tersebut tidak kebingungan dan khawatir karena tidak bisa berbahasa China.

Sedangkan untuk kasus selain alih fungsi teknologi. Heri mengakui, TKA memang tidak diwajibkan berbahasa asing. Sebab kewajiban itu akan memberatkan TKA dan investasi yang masuk ke Indonesia pun kecil. 

Meskipun dipermudah dalam syarat bahasa. Kemenaker  juga memberatkan TKA dengan beberapa persyaratan lainnya. Seperti  penentuan jabatan, waktu kerja dan perekrutan minimal 10 TKI untuk satu TKA.

"Dalam alih teknologi, kewajiban berbahasa Indonesia kita terapkan. Tapi untuk sektor lain, kewajiban berbahasa itu memang dihilangkan dengan alasan investasi," katanya.

Data Kemenaker tahun 2015 tentang jumlah TKA yang masuk ke Indonesia cukup banyak dibandingkan TKA lainnya.  Kebanyakan TKA menduduki sektor Pertanian dengan jumlah 5.399 orang.

Jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai 8.019 orang. Sektor kedua adalah sektor industri yang mencapai 16.969 orang.

Sektor ini juga mengalami penurunan di tahun sebelumya sebanyak 24.041 orang. Sedangkan sektor perdagangan dan juga mengalami penurunan. Pada tahun 2014, sektor ini dihuni 36.702 TKA. Kini sektor tersebut hanya dihuni oleh 32.585 orang.

Sedangkan data TKA per negara. Kemenaker merilis, TKA asal China menempati urutan pertama dengan jumlah 13.034 orang. Di urutan kedua adalah Jepang dengan jumlah 10.128 orang.

Ketiga adalah Korea Selatan dengan jumlah 5.384 orang. Setelahnya adalah India dan beberapa negara lainnya dengan total di bawa 4000 orang.

Untuk level jabatan, TKA lebih banyak menduduki level jabatanprofesional dengan total 15.776 orang. Kemudian konsultan dengan total  9.929 orang.  Level yang paling rendah adalah level komisaris yang hanya diduduki TKA sebanyak 733 orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement