REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) membantah sengaja menahan rilis angka perkembangan indikator ekonomi dan sosial masyarakat, termasuk angka kemiskinan dan pengangguran.
Kepala BPS Suryamin menyatakan, mundurnya rilis indikator kesejahteraan lantaran BPS memperbanyak jumlah sampel untuk meningkatkan keterwakilan masyarakat.
"Bukan molor. BPS memperbanyak sampelnya menjadi empat kali lipat dari yang biasanya. Yang biasanya kita sampelnya 75 ribu rumah tangga. Sekarang jadi 300 ribu," jelas Suryamin, Selasa (25/8).
Akibatnya, lanjut Suryamin, periode perhitungan yang biasanya hanya memakan waktu satu bulan menjadi empat bulan. Suryamin menjelaskan penambahan sampel ini untuk mendapatkan gambaran lebih detil hingga tingkat kabupaten / kota. Sebelumnya, sampel yang diambil hanya sebatas provinsi hingga nasional.
Suryamin menegaskan, BPS tidak sedang dalam upaya apapun terkait mundurnya rilis indikator kesejahteraan.
Sebelumnya bereda kabar BPS sengaja menahan indikator sosial dan ekonomi masyarakat karena diduga hasilnya tidak memuaskan. Artinya, angkanya tidak sesuai dengan target pemerintahan.
"Tidak ada alasan lain. Apapun hasilnya, ya itulah hasil dari pengolahan itu. Bahkan kami memperkirakan hasilnya, lebih konsisten terhadap data populasi. Makin mendekati dan besar maka akan mendekati populasi sebenarnya," ujarnya.
Beberapa waktu lalu Mantan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nawir Messi menyoroti lambatnya laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan perkembangan indikator sosial dan ekonomi masyarakat yang biasanya teratur.
Padahal, data tersebut dapat digunakan sebagai evaluasi kinerja pemerintah.