REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa pekan ini pemerintah kencang menuding pemerintah daerah yang dinilai lambat dalam menyerap anggaran pembangunan daerah. Hal ini dituding sebagai salah satu penyebab melambatnya perekonomian Indonesia pada semester I/2015 ini.
Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Mardani H Maming menampik tudingan pusat yang terkesan menyalahkan daerah.
Mardani, yang juga menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, menilai pemerintah daerah selama ini bukan lah belum menarik anggaran. Hanya saja, lanjutnya, anggaran baru bisa diserap apabila seluruh prosedur telah dijalani. Mardani mencontohkan, penyerapan di bidang pengadaan akan terealisasi setelah kegiatan tercapai 100 persen.
"Jadi saat ini rata-rata realisasi fisik justru lebih tinggi dari realisasi keuangan," jelasnya, Ahad (23/8).
Terkait penghalang penyerapan anggaran, Mardani mengakui, dana yang bersumber APBN memang tersebar di seluruh Indonesia menjadi kegiatan infrastruktur, dan sektor lainnya. Namun, Mardani menolak anggapan bahwa penyebarannya merata keseluruh derah. Mardani menolak apabila rendahnya penyerapan daerah disamaratakan untuk semua daerah.
"Semua tergantung kecepatan pusat menetapkan juknis aturan penggunaannya dan kemudahan prosedurnya serta kecepatan transfer ke daerah," katanya.
Selain itu untuk APBD yang juga dianggap lambat, Mardani mengungkapan alasan yang hampir sama. Dia mendesak pemerintah pusat untuk mengevaluasi aturan dan prosedur agar serapan anggaran bisa lebih mudah.
Mardani menegaskan, banyak daerah yang bergantung pada dana perimbangan pusat. Sehingga jika pusat terlambat mentransfer dananya, akibatnya daerah akan terlambat merealisasikannya.
"Faktor yang utama adalah ketentuan yang dibuat oleh pusat dalam prosedur penyerapan anggaran itu, terkadang juknis atau ketentuan itu yang membuat daerah kesulitan dan akhirnya lambat mengeksekusi anggaran yang ada," katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyebut ada sekitar Rp 273,5 triliun dana pemerintah daerah yang menganggur tersimpan di bank pembangunan daerah (BPD). Bambang menyampaikan, pada Januari 2015, dana pemda di BPD baru Rp169 triliun,
Februari meningkat menjadi Rp180 triliun, Maret menjadi Rp 227,7 triliun, April sebesar Rp253,7 triliun, dan Mei sebesar Rp255,3 triliun. Padahal, dana tersebut bisa segera diserap untuk memberikan stimulus perekonomian daerah.