REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam pidato Presiden Joko Widodo di Nota Keuangan tersebut Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016, nilai kurs rupiah berada di posisi Rp 13.400 per dolar AS, dengan pertumbuhan ekonomi 5,5 persen. Menanggapi itu, Bank Indonesia (BI) menilai masih wajar.
"Itu kan angka rata-rata, dan itu asumsi yang dipakai untuk membuat budget. Menurut saya masih realistis," ujar Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara, di Gedung BI, Jakarta, Jumat, (14/8).
Ia menjelaskan, mata uang rupiah saat ini undervalue dibandingkan fundamental ekonominya yang sudah membaik. "Account defisitnya membaik, dari 4,4 persen bisa di bawah 2,3 persen GDP untuk angka kuartal II, kemudian inflasi juga membaik, mudah-mudahan tahun ini bisa kita jaga ga lebih dari 4,5 persen," jelasnya.
Mirza juga menganggap Rp 13.400 per dolar AS wajar, sebab ke depan Amerika Serikat akan menaikkan suku bunganya. Kemudian stimulus moneter yang dilakukan oleh Tiongkok pun akan mulai berdampak di 2016.
"Pertumbuhan ekonomi memang melambat, tapi yang lain kan juga melambat. Jadi membuat asumsi budget Rp 13.400 per dolar AS masih realistis," tuturnya.