REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembentukan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memang tak memperhatikan aspek syariah. Mantan wakil ketua Komisi IX DPR RI, Achsanul Qosasi, mengatakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) perlu memahami peruntukan sistem jaminan kesehatan negara itu.
Achsanul, yang merupakan salah satu anggota Panitia Khusus (Pansus) pembentukan BPJS, mengungkapkan dalam perumusan regulasinya, BPJS memang tak mengakomodasi kepentingan syariah.
"Memang tidak pernah dibahas aspek syariahnya. Luput begitu saja saat pembahasan," kata dia, ketika dihubungi, Jumat (31/7).
Tak terbahasnya aspek syariah itu dikatakan Achsanul karena memang tak diperlukan. Sebab, pembentukan BPJS tersebut, bukan diorientasikan untuk kepentingan bisnis perbankan ataupun jual beli. Melainkan, untuk memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat.
Dia menerangkan, BPJS bukan dilandaskan pada akad jual beli. Karena itu, fatwa MUI tentang halal ataupun haramnya penerapan sistem penjaminan kesehatan untuk rakyat itu perlu dikoreksi. "BPJS itu kan bukan bank yang memperdagangkan uang. Yang itu memang ada riba. BPJS itu akadnya adalah penjaminan untuk kesehatan," kata dia.
Karena akadnya penjaminan menurut Achsanul, itu artinya peserta tak dipaksakan untuk mendaftar jadi anggota. Dia mencontohkan, penerapan BPJS yang sama seperti dalam sistem asuransi. Jika warga negara mendaftarkan kepesertaannya, itu berarti dirinya mendapatkan perlindungan lewat angsuran yang dibayarkan.
Adapun terkait dengan adanya denda bagi setiap anggota, dikatakan dia, sifatnya adalah pendisiplinan agar iuran penjaminan dibayarkan tepat waktu. Pun itu, ditegaskan dia, denda tersebut tak disemangati dengan maksud mencari keuntungan.