REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali menegaskan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan belum sesuai kaidah syariah. Fatwa tersebut merupakan hasil rekomendasi Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI di Tegal, Jawa Tengah pada Juni lalu.
"Ijtima' memutuskan BPJS tidak sesuai syariah," ujar Ma'ruf dalam jumpa pers di kantor MUI, Kamis (30/7). Ma'ruf menjelaskan, terdapat dua aspek yang menjadi landasan fatwa BPJS tidak syariah yaitu aspek prosedural dan aspek substansial.
Berdasarkan prosedur, produk syariah harus berdasar pada fatwa Dewan Syariah Nasional MUI. Kemudian, kata Ma'ruf, produk yang akan diluncurkan harus memperoleh kesesuaian syariah atau yang disebut juga opini dari DSN.
"Dari aspek itu, BPJS belum memenuhinya," kata Ketua DSN itu.
Secara substansial, MUI memandang terdapat persoalan pada akad dalam BPJS. Ma'ruf menjelaskan, akad dalam keuangan syariah adalah hal penting.
Kemudian, kata Ma'ruf, pihaknya juga mempersoalkan ihwal investasi dari BPJS. "Kalau diinvestasikan di bank konvensional maka investasi itu haram," katanya.
Ma'ruf menyatakan, MUI pun meminta pemerintah untuk segera membuat BPJS syariah. Sepanjang itu belum muncul, terang Ma'ruf, BPJS saat ini tetap boleh digunakan meski darurat karena sifatnya wajib oleh pemerintah. "Hukumnya boleh tapi karena darurat," kata Ma'ruf.