Selasa 28 Jul 2015 12:18 WIB

Perbankan Sambut Kebijakan Restrukturisasi Kredit

Rep: Binti Sholikah/ Red: Satya Festiani
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad (kiri) berbicara saat silaturahmi dengan media dikantor OJK, Jakarta, Jumat (24/7).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad (kiri) berbicara saat silaturahmi dengan media dikantor OJK, Jakarta, Jumat (24/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan 35 kebijakan yang bertujuan menciptakan stimulus bagi pertumbuhan perekonomian nasional. Hal itu dilakukan dengan menerbitkan dan menyesuaikan sejumlah peraturan di bidang perbankan, pasar modal dan industri keuangan non bank (IKNB).

Dua di antaranya kebijakan sektor perbankan terkait restrukturisasi kredit. Yakni, penerapan penilaian Prospek Usaha sebagai salah satu persyaratan restrukturisasi kredit tanpa mempertimbangkan kondisi pasar maupun industri dari  sektor usaha debitur. Serta, pelaksanaan restrukturisasi kredit sebelum terjadinya penurunan kualitas kredit.

Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, perbankan telah menunggu kebijakan mengenai restrukturisasi kredit.

Sesuai ketentuan OJK, bank hanya dapat melakukan restrukturisasi kredit terhadap debitur yang memenuhi kriteria. Yakni, debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga, serta debitur masih memiliki prospek usaha yang baik dan dinilai mampu memenuhi kewajiban setelah restukturisasi kredit.

Menurutnya, kebijakan restrukturisasi kredit penting untuk penetapan restur kolektabilitasnya maupun restur nasabah yang masih lancar. Sebab, dalam kondisi perlambatan ekonomi seperti saat ini, lanjutnya, banyak nasabah yang transaksi cash flow-nya terganggu.

 

"Makanya kita di perbankan memang perlu melakukan preemptive race caring, sebetulnya kreditnya belum macet tapi kita restrukturisasi sebelum macet, misalnya dengan memperpanjang pembayarannya," jelas Kartika di kantor pusat OJK, Senin (27/7).

Kartika menambahkan, dari 35 kebijakan yang dikeluarkan OJK, kebijakan restrukturisasi kredit yang paling banyak dampaknya. Kebijakan tersebut akan membuat perbankan lebih fleksibel dalam mengelola dan mengantisipasi nasabah-nasabah yang memiliki gangguan cash flow karena pelambatan ekonomi.

Kartika menjelaskan, restrukturisasi kredit dilakukan dengan melihat nasabah yang secara fundamental tidak bisa bersaing lagi. Misalnya perusahaan batubara yang cost-nya lebih tinggi dari harga jual sehingga sudah tidak mampu bersaing. Namun, jika ada perusahaan yang refill tahun ini melambat misalnya dari 100 menjadi 70, artinya masih bisa bayar tapi tenornya harus diperpanjang. Nasabah itu harus dilihat satu-satu bersama otoritas pengawas.

Nantinya, OJK akan melihat restur satu per satu mana yang secara fundamental gagal bayar karena tidak mampu bersaing dan tidak bisa membayar dalam jangka panjang dan mana yang masih mungkin dilakukan perubahan cash flownya agar bisa sustain di masa perlambatan ekonomi. Perusahaan yang masih bisa bayar hanya diperpanjang tenornya supaya jadwal cash flow mengikuti pembayaran bank.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement