Senin 27 Jul 2015 17:47 WIB

Pengembangan BBN Perlu Road Map yang Jelas

Penguji menguji bahan bakar nabati bioetanol yang dibuat dari bahan-bahan alternatif seperti klobot jagung, sekam padi, ilalang, tebu dan jerami.
Foto: Antara/Syaiful Arif
Penguji menguji bahan bakar nabati bioetanol yang dibuat dari bahan-bahan alternatif seperti klobot jagung, sekam padi, ilalang, tebu dan jerami.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit perlu road map yang jelas untuk mengembangkan Bahan Bakar Nabati demi mengurangi ketergantungan akan bahan bakar dari fosil.

“Dalam road map itu harus dijelaskan mengenai kesamaan pendangan antara pemerintah dengan stakeholder, antara Pertamina dengan BPBD Sawit. Jadi siapa melakukan apa akan sangat jelas,” tegas mantan Dirjen Energi Terbarukan Kementerian ESDM Kardaya, dalam rilisnya, Senin (27/7).

Pemerintah, ujarnya, harus melakukan terobosan dengan memberikan kebijakan yang bisa menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di bidang energi di Indonesia.

 

Indonesia sebagai negara yang kaya akan potensi energi bio memiliki potensi yang sangat besar jika dikembangkan dengan sangat serius oleh pemerintah dan BPBD.

 

“Banyak potensi energi bio yang bisa dikembangkan pemerintah selain dari sawit, misalnya dari aren yang bisa menghasilkan etanol. Indonesia mempunyai produksi yang sangat besar baik dari sawit atau dari aren,” tambah Kardaya.

 

Upaya untuk membangun energi nasional, dikatakan Kardaya, membutuhkan kebijakan yang konsisten dari pemerintah dan diikuti secara konsisten pula dalam implementasinya.

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit Bayu Krisnamurthi meyakinkan bahwa lembaga yang dipimpinnya akan memberikan subsidi sebesar Rp 600-700 per liter untuk pengembangan biodiesel nasional.

 

"Kita sudah menyepakati ketentuan support biodiesel. Badan ini akan memberikan support Rp 600-700 per liter, ini adalah on top dari Rp 1.000 subsidi pemerintah terhadap solar yang sudah ditetapkan dalam APBN," katanya.

 

PT Pertamina (Persero) juga diminta untuk menggunakan bahan bakar jenis campuran sawit ini. Dengan adanya dana 'celengan' sawit ini, diharapkan Pertamina menggunakan B15 (biodiesel 15 persen).

 

"Ada selisih harga biodiesel dengan MOPS (Mean of Platts Singapore). Dengan adanya sistem ini menyelesaikan selisih harga tersebut, jadi tidak ada alasan bagi Pertamina untuk tidak gunakan B15," kata Bayu.

 

Dia menambahkan, subsidi yang diberikan melalui BPDP ini akan dialokasikan kepada produsen seperti Pertamina sehingga nantinya harga jual menjadi lebih murah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement