REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri BUMN, Rini M Soemarno meminta para direksi perusahaan milik negara bekerja keras dan berpikir jangka panjang dalam mewujudkan peran perseroan sebagai agen pembangunan.
"BUMN itu didirikan bukan semata memikirkan keuntungan, tetapi bagaimana turut membangun lingkungan dan berkontribusi dalam pembangunan perekonomian Indonesia," kata Rini, usai menggelar halalbihalal dengna sekitar 300 direksi dan komisaris BUMN, di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (27/7).
Menurut Rini, pada praktiknya BUMN harus memiliki komitmen untuk meningkatkan investasi sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak. "Bagaimana pun juga BUMN itu modalnya berasal dari pemerintah yang bersumber dari uang masyarakat. Tentu tanggung jawab kepada masyarakat luas harus ada," ujarnya.
Ia menjelaskan, di masa lalu memang penekanannya untuk keuntungan-keuntungan dan bagi dividen kepada negara, tapi saat ini yang lebih penting ada kontribusi BUMN dalam membangun negeri. Saat ini sesuai dengan perkembangannya BUMN jangan lagi hanya memikirkan perusahaan dalam lima tahun, namun sudah harus lebih jauh kedepan bahkan 10-15 tahun.
"Otomatis kalau BUMN berpikir jangka panjang maka tidak terlepas bagaimana kita ikut membangun negeri ini sehingga bermanfaat untuk semua pihak," tegas Rini.
Ia mengakui, dari sebanyak 119 BUMN masih banyak belum memiliki kinerja keuangan yang maksimal. Untuk itu perlu semacam penilaian (key performance index/KPI) dengan model yang berbeda-beda pada masing-masing sektor BUMN.
"Deputi Kementerian BUMN sudah saya tugasi untuk mengidentifikasi seluruh sektor BUMN yang ada. BUMN itu tidak terlepas dengan BUMN lainnya. Kita harus tingkatkan sinerginya," ucap Rini.
Peningkatan sinergi, imbuhnya sejalan dengan penggalian potensi BUMN yang bersangkutan. "Kalau memang tidak ada potensi untuk dikembangkan, maka bisa dicairkan opsi peningkatan kinerja misalnya dengan melakukan merger, akuisisi dengan perusahaan yang lebih sehat," tuturnya.
Sejurus dengan itu tambah Rini, bisa juga disiasati dengan membentuk holding (induk usaha). "Holding sedang kami analisa. Ada pro dan kontra sektor apa saja yang berpotensi untuk dijadikan holding. Apakah holding murni atau ada aktivitas bisnisnya," tambahnya.