Kamis 23 Jul 2015 17:55 WIB

Aturan Wajib Rupiah Disebut Kurangi Minat Turis, Pengamat: Itu Menyesatkan

Rep: Iit Septiyaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Turis asing melintasi ondel-ondel saat Festival Jaksa, Jakarta, Jumat (22/8). (Republika/ Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Turis asing melintasi ondel-ondel saat Festival Jaksa, Jakarta, Jumat (22/8). (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Demi menjaga nilai kurs rupiah, sejak 1 Juli 2015 Bank Indonesia (BI) mewajibkan seluruh transaksi di dalam negeri menggunakan rupiah. Hanya saja Pengamat ekonomi dan pasar uang Farial Anwar menilai peraturan itu belum efektif.

Menurut Farial, sulit bagi BI untuk melakukan pelacakan mengenai transaksi yang terjadi di seluruh Indonesia. Selain itu ada transaksi transisi yang kontraknya belum jatuh waktu sebelum 1 Juli, sehingga beberapa perusahaan masih bisa menggunakan dolar..

Ia mencontohkan, di setiap negara pun mengharuskan pemakaian mata uang lokal di negaranya, dan berlaku bagi seluruh masyarakatnya, tak terkecuali turis "Maka salah dan menyesatkan kalau dikatakan Peraturan BI itu dapat mengurangi minat turis. Saya pergi ke beberapa negara dan semua transaksi di sana menggunakan mata uang lokal, sehingga saya harus menukarkan mata uang dulu sebelum belanja," ucap dia.

Ia mengimbau agar BI tetap memberlakukan peraturan ini tanpa terpengaruh oleh mereka yang kontra. Farial menambahkan, jika aturan tersebut tak berjalan efektif, maka dapat semakin memperlemah rupiah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement