Rabu 01 Jul 2015 10:00 WIB

Penjualan Sukuk di UEA Lesu

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Satya Festiani
sukuk (ilustrasi)
Foto: theentrepreneur.my
sukuk (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI -- Penerbitan sukuk di Uni Emirat Arab turun hingga setengah. Tahun ini agaknya jadi masa paling lesu bagi sukuk di enam negara Kawasan Teluk itu.

Turunnya penerbitan sukuk di Kawasan Teluk lebih dari 50 persen sudah terlihat pada 28 Juni lalu. Dari laporan yang dilansir Bloomberg, sepanjang tahun fiskal 2014, penjualan sukuk UEA hanya mencapai 31 persen dari total sukuk secara global.

Penurunan ini adalah yang terburuk sejak 2007. Dana yang terkumpul mencapai 5,5 miliar dolar AS dibandingkan 11,7 miliar dibandingkan tahun sebelumnya.

''Masyarakat sedang memerhatikan AS, suku bunga The Fed dan kelanjutan ekonomi Yunani,'' kata CEO Mashreq Capital DIFC Abdul K Hussain seperti dikutip Bloomberg, Senin (29/6).

Hussain melihat hingga akhir tahun ini penerbitan sukuk di UEA tidak akan meningkat signifikan dibanding tahun lalu meski Ramadhan usai. Apalagi jika The Fed jadi menaikkan suku bunga, penerbitan sukuk bisa makin sedikit.

Tahun lalu, dana yang terkumpul dari sukuk yang beredar di UEA berhasil menjaring dana sekitar 22 persen lebih banyak.

''Pertumbuhan pembiayaan sangat tinggi, baik menggunakan instrumen konvensional maupun syariah, karena bank-bank di UEA kebanjiran likuiditas,'' kata peneliti Emirates NBD Bank Anita Yadav.

Volatilitas dan ketidakpastian kenaikan suku bunga The Fed yang terus meningkat membuat likuiditas perbankan turun perlahan.

Performa terburuk sukuk dari UEA adalah sukuk ringgit yang jatuh tempo pada 2022 yang diterbitkan Abu Dhabi National Energy Company (Taqa). Sukuk ini sudah berkurang nilai 8,2 persen tahun ini.

Laba perusahaan itu di triwulan satu 2015 turun 6,6 persen karena pendapatan gas dan minyak yang juga merosot ditambah pelemahan ringgit hingga 7,2 persen terhadap semua mata uang Asia.

Taqa juga sudah meminta perusahaan pemeringkat surat utang Malaysia RAM Holdings Berhad untuk tidak memeringkat sukuk ini.

''Ini menimbulkan reaksi negatif dari para pemegang sukuk,'' kata periset strategi kredit RHB Research Institute Sdn Fakrizzaki Ghazali.

Sukuk ringgit tanpa peringkat, menurutnya, berpengaruh luar biasa pada likuiditas sekunder.

Dari data yang dihimpun Bloomberg, performa sukuk UEA sedang kurang bagus dengan bagi hasil rata-rata 1,8 persen.

''Kekhawatiran terbesar memang pada kenaikan suku bunga. Mereka yang memegang sukuk dengan kualitas bagus dan bertenor pendek memilih tidak menjualnya,'' kata peneliti NBAD Securities LLC Ahmed Shehada.

Ia melihat masih ada peluang positif peningkatan volume transaksi sukuk di UEA. Sebab dari informasi terakhir, The Fed nampaknya tidak akan menaikkan suku bunga secepat yang diduga pasar.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement