Selasa 23 Jun 2015 19:48 WIB

Aktivis Protes Rencana Pembukaan Perkebunan Tebu di Aru

Rep: Sonia Fitri/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petani tebu  (ilustrasi)
Foto: Antara
Petani tebu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Aktivis lingkungan dari Forest Watch Indonesia (FWI) menyatakan protes terhadap rencana pembukaan lahan untuk perkebunan tebu di kawasan Kepulauan Aru, Maluku. Bahkan, pemerintah dituding telah melakukan pembohongan publik karenanya.

“Bersikukuhnya pemerintah untuk tetap melanjutkan rencana pembangunan perkebunan tebu di Kepulauan Aru jelas memperlihatkan ketidakpedulian terhadap kelestarian hutan alam setempat," kata Pengkampanye FWI Mufti Barri pada Selasa (23/6).

Protes serupa disuarakan Penggagas koalisi #SaveAru Jacky Manuputty. Menurutnya, penetapan kembali Kepulauan Aru oleh Menteri Pertanian sebagai salah satu kawasan pengembangan industri gula di Indonesia Timur merupakan suatu sikap arogan dan sepihak, tanpa mempedulikan aspirasi masyarakat adat Aru yang telah dengan keras menolak rencana tersebut.

"Dengan adanya penetapan sepihak ini, masyarakat adat Aru jelas merasa dibohongi oleh pemerintah dan akan menimbulkan gejolak sosial baru di Kepulauan Aru," ujarnya. Pada tahun lalu, kata dia, hutan alam di Kepulauan Aru sempat terancam hilang akibat adanya rencana

pembukaan lahan untuk peruntukkan serupa.  

Kemudian, pada 4 April 2014, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyatakan, pemberian izin prinsip untuk ekspansi perkebunan tebu di Kepulauan Aru dibatalkan. Makanya ia merasa heran Menteri Pertanian saat ini kembali menyuarakan rencana pembukaan lahan di Aru untuk perkebunan tebu.

Terpisah, dalam upaya meningkatkan produktivitas gula nasional, pemerintah melalui Kementan telah menyatakan berencana membuka lahan untuk perkebunan tebu di tiga kawaan timur Indonesia. Kawasan tersebut yakni Sulawesi Tenggara, Merauke dan Kepulauan Aru, Maluku.

"Akan ada setidaknya sepuluh pabrik gula dan perkebunan tebu yang akan dibuka, ini terbuka bagi yang ingin berinvestasi," kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman beberapa waktu lalu.

Ia mengaku telah bekerja sama dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk mempercepat masuknya investasi. Hasilnya, telah ada 26 penanam modal asing di antaranya investor asal Jepang, Brazil, Australia dan Selandia Baru. Mereka tertarik mengembangkan gula rafinasi, perkebunan tebu dan bisnis peternakan.

Berdasarkan perhitungan Kementan, pembangunan industri gula rafinasi dengan kapasitas produksi 10 ribu ton per hari akan memakan biaya sekitar Rp 5 triliun. Makanya, ia bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berencana mengalokasikan 500 ribu hektar lahan di tiga kawasan tersebut.

"Hitungannya, setiap satu pabrik dengan perkebunan, butuh sedikitnya 50 ribu hektar lahan,” ujar Amran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement