REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta membebaskan pulau-pulau kecil di Indonesia dari praktik-praktik eksploitasi oleh perusahaan-perusahaan komersil. Bukan hanya harus menghentikan rencana pembukaan lahan untuk perkebunan tebu di Kepulauan Aru, Maluku, tapi juga di pulau kecil lainnya. Ini harus dilindungi dalam naungan regulasi yang kuat.
“Seluruh pulau-pulau kecil di Indonesia harus dibebaskan dari kegiatan eksploitasi alam skala besar seperti perkebunan, penebangan hutan dan pertambangan," kata Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Abdon Nababan pada Selasa (23/6).
Pasalnya, biaya sosial dan ekologis jangka panjang jauh lebih besar dari manfaat ekonomi jangka pendek. Lagi pula, UU Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sudah dengan tegas mengatur soal itu.
Hasil kajian Forest Watch Indonesia (FWI) menunjukkan terdapat 2,97 Juta Ha lahan yang masih memiliki hutan alam dari 7,40 Juta Ha total daratan di pulau-pulau kecil seluruh Indonesia. Dari total luas daratan di pulau-pulau kecil, terdapat 1,3 juta Ha atau 18 persen telah dibebani oleh izin investasi berbasis lahan, seperti Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hutan Tanaman Industri (HTI), perkebunan sawit dan pertambangan.
Pengkampanye FWI Mufti Barri menyebut, ancaman terbaru bagi hutan alam di pulau-pulau kecil juga datang setelah Kementerian Kehutanan mengeluarkan kebijakan tentang arahan lokasi untuk Hak Pengusahaan HPH dan HTI melalui Surat Keputusan No. 5984/Menhut-II/BPRUK/2014. Kebijakan tersebut mengalokasikan lahan untuk konsesi perusahan seluas 0.85 juta Ha yang tersebar pada 242 pulau kecil di selurah Indonesia.
“Sampai saat ini belum ada kejelasan dari KLHK terkait pencabutan SK ini”, kata dia. Pencabutan SK dinilai mendesak sebab menjadi bagian dari proses review perijinan seperti yang dimandatkan oleh Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GN PSDA).