REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Peter Jacobs menilai motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini ada pada pemerintah. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2015 tercatat 4,71 persen, lebih rendah daripada kuartal IV-2014 sebesar 5,01 persen.
Dia mengakui tren pertumbuhan ekonomi cenderung turun. Pada kuartal II-2015 pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih rendah. "Pertumbuhan ekonomi kuartal II masih akan rendah. Motor penggerak pertumbuhan ekonomi di kuartal III dan kuartal IV lebih banyak dari pemerintah. Jadi kita berharap dukungan dari sana," jelas Peter saat dihubungi Republika, Kamis (11/6).
Dia optimistis pemerintah bisa mendorong perekonomian. Walaupun kelihatannya penerimaan pajak turun tapi sumber dana pemerintah cukup dan sumber pembiayaan tersedia. Jika pertumbuhan ekonomi bisa didorong, kata Peter, itu akan menumbuhkan kembali kepercayaan dunia usaha.
Dari sisi infasi pada bulan Mei 2015 tercatat sebesar 7,15 persen (yoy). Menurutnya, inflasi Mei didorong oleh peningkatan inflasi bahan makanan bergejolak (volatile food).
Salah satu faktornya suplai atau ketersediaan pangan khususnya cabai dan bawang sehingga harganya naik tinggi. Oleh sebab itu, pemerintah berencana membuka keran impor untuk mengatasi kelangkaan dan memperbaiki struktur harga.
Pada bulan Juni, diperkirakan inflasi bakal naik, sebab ada peningkatan permintaan untuk bulan puasa dan lebaran. Sesuai trennya, setelah lebaran inflasi bakal turun. Bank Indonesia masih optimistis inflasi di akhir tahun masih sesuai target 4 plus minus 1 persen.
Sementara, nilai tukar rupiah masih mengalami depresiasi terhadap dolar AS. Tekanan pelemahan rupiah dinilai lebih banyak faktor dari luar. Namun, Bank Indonesia terus menjaga volatilitasnya agar tidak tajam. Bank Indonesia tetap akan di market untuk intervensi. BI juga membeli surat berharga negara (SBN) supaya yield (imbal hasil) SBN tidak turun. Menurutnya, jika SBN stabil akan mengurangi tekanan terhadap rupiah.
"Dari berbagai sisi memang kita lihat memang belum menunjukkan banyak perbaikan, tapi kita punya optimisme kalau pemerintah cepat melakukan reformasi struktural, pembangunan infrastruktur, mendorong belanja itu cukup membantu optimisme dunia usaha," imbuh Peter.