Kamis 04 Jun 2015 02:25 WIB

Pabrik di Kawasan Industri Batam Mulai Hengkang

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Satya Festiani
Batam's port
Foto: Antara
Batam's port

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Seluruh Indonesia Sanny Iskandar mengatakan, sejumlah perusahaan yang berada di kawasan industri di Batam sudah mulai tutup. Hal ini disebabkan oleh ketatnya persaingan dan kondisi perekonomian di dalam negeri yang tidak kondusif.

"Secara khusus kami memang belum mendata secara detail, namun kami sudah mendapatkan informasi bahwa banyak perusahaan di Batam mulai mengeluhkan kebijakan pemerintah yang tidak kondusif," ujar Sanny kepada Republika, Rabu (3/6).

Sanny menjelaskan, rata-rata perusahaan yang hengkang tersebut bergerak di sektor labour intensive industry atau industri padat karya. Menurutnya, mereka memilih untuk pindah ke Vietnam dan Myanmar karena negara itu masih memberikan dukungan investasi yang baik, kondusif, dan favorable. Perusahaan yang pindah tersebut sebagian besar mengeluhkan soal birokrasi perizinan dan gangguan keamanan.

Sanny menyayangkan kepindahan sejumlah pabrik tersebut ke negara lain, karena mengakibatkan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). Padahal, di Indonesia masih banyak pengangguran yang seharusnya bisa diserap oleh sektor industri padat karya.

"Sebaiknya jangan hanya dilihat dari masalah PHK dan pabrik tutup, namun hal masalah ini juga akan berpengaruh buat pemerintah dari sisi pemasukan pajak dan pertumbuhan ekonomi," kata Sanny.

Gejala penurunan aktivitas produksi pabrik sebenarnya sudah mulai terlihat sejak awal tahun. Hal tersebut ditandai dengan adanya penurunan jumlah pemakaian listrik untuk industri. Menurut Sanny, ini menunjukkan bahwa sejumlah pabrik sudah mulai mengurangi jumlah shift kerja karyawan.

Sanny mengatakan, sejauh ini relokasi pabrik ke negara lain baru ditemukan di kawasan industri di wilayah Batam saja. Menurutnya, saat ini Batam memiliki sekitar 20 kawasan industri dengan skala lahan yang luas. Ke depan, Sanny berharap pemerintah bisa mempermudah birokrasi perizinan dan menggencarkan pembangunan infrastruktur. Selain itu, masalah perpajakan juga perlu ditinjau ulang dan keamanan investasi di dalam negeri harus diperhatikan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement