REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melambatnya pertumbuhan ekonomi dalam negeri berdampak negatif. Sejumlah sektor usaha seperti industri tekstil, alas kaki, perusahaan pertambangan, jasa minyak dan gas, perusahaan semen serta otomotif terpaksa harus merumahkan para karyawannya.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan perlambatan ekonomi Indonesia membuat daya beli masyarakat menjadi semakin berat.
"Semua pasti merembet," ujarnya.
Tutum melanjutkan, pemerintah sebaiknya tidak boleh menunggu sampai semua dampak negatif sudah terjadi, dan saat ini hal tersebut ia nilai sudah terjadi dan proses perbaikannya akan memakan waktu lama dan panjang.
Merembetnya pertumbuhan ekonomi yang melambat dengan PHK yang dilakukan sejumlah sektor usaha ia asumsikan seperti orang terkena demam.
"Istilahnya begini, kita kalo baru gejala pilek, kita tidur bangun selesai, tapi kalau sudah tahu gejala pilek tapi masih main hujan-hujanan kan untuk mengobati demam akan lebih berat," paparnya.
Mengobati ekonomi Indonesia yang sedang melambat, ia nilai ada di tangan pemerintah yang mengerti indikator-indikator seperti keuangan dan makro ekonominya seperti apa. Terkait hal ini, ia juga menyayangkan belum adanya tindakan yang jelas dari pemerintah. Sejauh ini ia katakan pihaknya belum diajak duduk bareng untuk mengatasi persoalan tersebut.
"Tidak ada (duduk bareng), istilahnya kalau ngobrol biasa sih ada tapi apa tindakanannya untuk mengatasi ini, tidak ada. Pemerintah kan menjadi pengendali situasi," ungkap Tutum.