REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Awal tahun depan, negara-negara ASEAN akan menghadapi era pasar bebas yang dinamakan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pakar branding nasional, Subiakto Priosoedarsono mengingatkan tantangan produk halal dalam menghadapi MEA.
“Siap atau tidak siap, semua negara di kawasan ASEAN harus meleburkan batas teritorial negaranya dalam sebuah pasar bebas,” ujar Subiakto di depan para pegiat UKM anggota Indonesia Halal Center di Jakarta Selatan, Sabtu (30/5).
Ia menjelaskan, MEA 2015 bukan hanya terjadi aliran barang saja, tapi juga jasa, investasi, dan tenaga kerja terampil. Pasar potensial domestik sangat mungkin akan diambil alih negara lain, mengingat lemahnya infrastruktur industri nasional.
Bahkan, lanjut Subiakto, diam-diam MEA yang akan diberlakukan awal tahun depan sesungguhnya telah terjadi di Indonesia. Merk-merk asing mendominasi setiap sudut rumah warga, mulai dari makanan, minuman, tekstil, sampai kebutuhan sekunder.
Lelaki yang sudah puluhan tahun bergelut di dunia branding nasional ini mengungkapkan, era pasar bebas ASEAN turut menjadi tantangan bagi para produsen produk halal di dalam negeri. Indonesia adalah negara dengan pangsa pasar Muslim terbesar di dunia.
"Kalau pangsa pasar yang besar ini tidak dikelola oleh pengusaha kita, korporat asing yang akan mengambil peluang," ujar Subiakto.
Saat ini saja, industri produk halal banyak dikuasai oleh korporat asing. Sejumlah negara tetangga, Malaysia misalnya, tampak lebih siap dengan produk-produk dan jasa syariah dibanding Indonesia.
Ia menegaskan, UKM produk halal harus bersiap-siap menghadapi persaingan yang semakin terbuka ini. Jika tidak, Indonesia akan kehilangan pangsa pasar halal yang demikian besar karena kecolongan oleh negara-negara lain.