Kamis 28 May 2015 04:33 WIB

Jaga Risiko Fiskal, Pemerintah Diminta Akselerasi Belanja Modal

Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (27/5).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (27/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, M. Misbakhun mengapresiasi langkah Kementerian Keuangan yang sudah menyiapkan berbagai solusi dalam menghadapi berbagai kemungkinan risiko fiskal. Pemerintah yakin bahwa penyelenggaraan ekonomi bisa diatur dengan baik.

"Saya rasa, risiko fiskal di APBNP sudah diatur bagus, ritme dijaga, paling tinggal diatur lebih detil," kata Misbakhun usai Rapat Komisi XI DPR dengan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Rabu (27/5).

Pengaturan yang lebih detil itu dikatakanya seperti mendorong realisasi belanja modal yang bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Ia memberi contoh anggaran negara lebih dari Rp 290 triliun yang siap keluar lewat kontrak-kontrak.

"Kalau bisa itu didorong segera dilaksanakan. Belanja rutin juga harus jadi pendorong. Karena harus diakui, kualitas pembangunan kita saat ini masih tergantung spending Pemerintah," kata dia dalam pernyataan tertulis.

Terkait pembiayaan defisit, Misbakhun mengingatkan agar Pemerintah menghindarkan kemungkinan menggunakan fasilitas pinjaman yang terlalu mengikat.

"Entah multilateral atau bilateral, kalau mendikte kita, itu tak boleh," tegasnya.

Dia juga mendorong agar Kementerian Keuangan membuat laporan lebih detil terkait pendapatan pajak negara dan hambatan-hambatannya.

Sebelumnya dalam rapat Komisi XI DPR, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengakui adanya risiko fiskal dalam pelaksanaan APBN-P 2015. Sebab berdasarkan realisasi APBN-P 2015 per 22 Mei, terdapat penerimaan perpajakan yang berpotensi lebih rendah dari target. Selain itu, penyerapan belanja kementerian dan lembaga, secara alamiah terealisasi kurang dari 100 persen.

"Berdasar outlook itu, maka mungkin akan terjadi pelebaran desifit yang wajar dan manageable," kata Menkeu.

Dalam hal terjadi pelebaran defisit, Menkeu mengatakan Pemerintah akan fokus ke sumber pembiayaan aman dan beresiko rendah. Seperti sumber pinjaman multilateral atau bilateral yang menyediakan stand-by loan, maupun menggunakan Sisa Anggaran Lebih (SAL) yang dibolehkan di dalam UU.

"Kita akan meminimalkan pengeluaran SUN rupiah atau SBN domestik, yang reskonyanya kuat. Apalagi kepemilikan asing saat ini cukup tinggi," kata Menkeu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement