Selasa 26 May 2015 14:19 WIB

Bisnis Perbankan Syariah yang Terbatas Buat FDR Tinggi

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas melayani nasabah di kantor BRI Syariah, Jakarta, Selasa (19/5).
Foto: Republika/Prayogi
Petugas melayani nasabah di kantor BRI Syariah, Jakarta, Selasa (19/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Bisnis perbankan syariah yang berbeda dan terbatas dibanding dengan konvensional membuat rasio pembiayaan (FDR) lebih tinggi dibanding konvensional. Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Achmad Buchori mengatakan, melihat FDR harus juga melihat besar pembiayaan dan dana pihak ke tiga (DPK).

FDR tinggi bisa jadi karena pembiyaan yang tinggi atau DPK yang rendah. ''Kondisi ini tidak hanya di perbankan syariah, tapi juga konvensional karena pertumbuhan ekonomi sedang rendah,'' jelas Buchori di Kompleks Bank Indonesia, Rabu (20/5).

Yang pasti, kata Buchori, FDR perbankan syariah memang lebih besar dari konvensional. Perbankan syariah juga sangat erat dengan sektor riil dan terbatas untuk berbisnis di pasar uang.

Instrumen likuiditas yang tersedia bagi perbankan syariah hanya ada SBI syariah, Fasbi syriah dan repo syariah. Sehingga dana yang masuk harus diberikan untuk pembiayaan.

Direktur Utama BRISyariah Mochamad Hadi Santoso mengatakan, FDR industri perbankan syariah dibatasi BI pada level 92 persen. ''Tapi FDR tidak bisa terlalu sempit untuk syariah. Itu tidak bagus, malah jadi beban untuk bank syariah,'' kata Hadi.

Ia pernah meminta agar batas FDR sebesar 97,5 persen. Ia menilai itu bagus untuk perbankan syariah, sebab pembiayaa perbankan syariah syariah harus mencari objek dulu sebelum mencari dana,  bukan terbalik.

Hadi mengungkapkan, pembiayaan BRISyariah juga masih tumbuh. Pada 2014, pembiayaan tumbuh 12 persen dengan FDR 83 persen dan NPF 3,96 persen.

Melalui surat elektroniknya kepada ROL, Senin (18/5), Direktur Utama Bank Syariah Mandiri Agus Sudiarto menilai, idealnya FDR sekitar 80-90 persen. Regulator juga memiliki aturan terkait FDR.

''Bank syariah dengan FDR di atas 100 persen mungkin merupakan unit usaha syariah yang dananya berasal dari induk perusahaan,'' ungkap Agus.

Data OJK menunjukkan, pada Maret 2015 FDR BUS dan UUS mencapai 94,24 persen. Meskipun turun dari FDR Maret 2014 sebesar 102,22 persen, angka ini masih di atas batas yang ditetapkan regulator sebesar 92 persen.

Meskipun, FDR perbankan syariah pernah pula menyentuh 100,32 persen di akhir 2013 dan sempat turun menjadi menjadi 91,50 persen pada Desember 2014.

Pembiayaan BUS pada Maret 2015 sebesar Rp200,712 triliun dan DPK sebesar Rp212,988 triliun dan FDR 94,24 persen. Nilai ini turun dari pembiayaan BUS Maret 2014 sebesar Rp184,964 triliun, DPK Rp180,945 triliun, dan FDR 102,22 persen.

Untuk UUS, pembiayaan pada Maret 2015 sebesar Rp147,136 triliun, DPK Rp165,034 triliun dan FDR 89,15 persen. Sementara pembiayaan UUS pada Maret 2014 sebesar Rp138,590 triliun, DPK Rp141,260 triliun dan FDR 98,11 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement