REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif CORE Indonesia Hendri Saparini mengatakan, pemerintah Indonesia belum memberikan arah investasi yang jelas. Dengan demikian, belum ada sinkronisasi pemahaman dan referensi untuk memberikan perizinan investasi prioritas dari pusat ke daerah.
"Ini bukan berarti sumber daya manusia di BPM-PTSP daerah tidak paham, tapi karena tidak ada referensi yang jelas sehingga daerah juga tidak bisa memberikan insentif," kata Hendri di Jakarta, Selasa (19/5).
Hendri mengatakan, pemerintah memang mendorong investasi di empat sektor yakni maritim, energi, pertanian, dan industri. Akan tetapi, belum ada arah dan rincian yang jelas mengenai sektor investasi tersebut. Bahkan, Hendri menyebutkan sektor-sektor itu berbeda dengan target dalam RPJMN 2015-2019.
"Kalau memang Indonesia ingin menjadi negara produsen, maka arah investasinya harus jelas misalnya sektor manufaktur apa saja yang akan menjadi sasaran," kata Hendri.
Menurut Hendri, pertumbuhan ekonomi Indonesia tergantung pada konsumsi swasta, belanja pemerintah, dan investasi. Khusus untuk investasi, pemerintah perlu memberikan dorongan insentif non fiskal agar ada kepastian bagi investor. Selama ini pemerintah selalu memikirkan insentif fiskal, padahal insentif tersebut tidak terlalu dibutuhkan untuk investor.
Hendri mengatakan, investor lebih menyukai insentif yang memberikan dampak langsung. Seringkali, kebijakan yang dilakukan pemerintah kontradiktif dan tidak mendorong iklim investasi. Hendri mencontohkan, pemerintah memasukkan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sebagai sektor prioritas, namun harga listrik selalu mengalami kenaikan.
"Kalau ada upaya non fiskal maka akan ada investasi yang jelas. Jangan hanya diberikan insentif fiskal, karena insentif fiskal semua negara udah kasih," ujar Hendri.