Rabu 13 May 2015 17:02 WIB

Indonesia Harus Jadi Penggerak Ekonomi di MEA

Rep: c84/ Red: Satya Festiani
Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad memberi paparan dalam Forum Group Discussion ASEAN, Jakarta, Jumat (12/9).(Republika/ Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad memberi paparan dalam Forum Group Discussion ASEAN, Jakarta, Jumat (12/9).(Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jelang bergulirnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau pasar bebas ASEAN di industri keuangan pada 2020 mendatang, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad mengatakan hal ini nantinya harus menguntungkan Indonesia. Pada prinsipnya, kata dia, setiap negara harus saling menguntungkan dengan berasaskan kesetaraan.

"Tujuan kita ialah untuk mensejahterakan masyarakat dimana integrasi adalah alat. Kita terus dorong prinsip-prinsip resiprokal sehingga menikmati azas kesetaraan. Tidak cuma mereka yang untung," ujarnya dalam seminar ekonomi Strategi Mewujudkan Arsitektur Sistem Keuangan dan Perbankan Nasional yang Tangguh, di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (13/5).

Muliaman melanjutkan, Indonesia seharusnya mampu menjadi penggerak ekonomi pada MEA nanti, jangan hanya sebatas menjadi pasar. Meski masih membutuhkan modal asing untuk mengembangkan industri keuangan di dalam negeri, ia menyatakan, tidak berarti buruh kita dapat dibayar murah yang pada akhirnya tidak dapat mensejahterakan rakyat Indonesia.

Selain itu, Muliaman mengatakan Indonesia perlu memperbaiki sistem keuangan yang ada dengan memberikan akses yang lebih mudah dijangkau oleh masyarakat seperti bank tanpa kantor cabang atau branchless banking.

"Perkembangan teknologi saya kira dalam lima sampai sepuluh tahun ke depan akan pengaruhi peta dan muka perbankan di Indonesia," lanjut Muliaman.

Indonesia, menurutnya, membutuhkan sistem keuangan yang tidak ribet. Apa yang kita saksikan 10 tahun terakhir ini, banyak sekali saudara kita yang belum terakses keuangan,lanjutnya.

Muliaman menambahkan, berdasarkan sejarah, Indonesia sangat 'Bank Minded' dimana peran bank sangat dominan, tapi dengan ketatnya peraturan Loan to Deposit Ratio (LDR) yang mencekik leher membuat sumber dana yang diterima bank umumnya jangka pendek.

Untuk itu, ia mengharapkan pembiyaan pembangunan bisa mencari alterntif lain melalui pasar modal untuk jangka panjang.

"Di berbagai negara maju, peranan pasar modal ukurannya lebih besar dari perbankan," sambungnya.

Meski begitu, perbankan bisa melakukan kerjasama dengan industri keuangan lain untuk membantu proyek-proyek besar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement