REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Melihat dari luas tanam yang mengalami peningkatan signifikan, Kementerian Pertanian mengklaim produksi beras meningkat makanya tidak perlu impor. Namun permasalahannya, hitung-hitungan produksi beras yang melimpah tidak sinkron dengan penyerapan beras petani oleh Bulog yang lambat, pun harga gabah dan beras di bawah HPP mendominasi di sejumlah daerah.
"Memang masalahnya, hitung-hitungan beras ini dipertanyakan keberadaan rillnya di mana, saya duga, beras-beras yang banyak jumlahnya masih berada di petani dan pedagang," kata Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Hasil Sembiring dalam konferensi pers yang dilaksanakan pada Selasa (12/5).
Sebab diwacanakan tak ada impor beras, para pelaku pasar pun melakukan penyimpanan sehingga tak terdata oleh pemerintah. Maka dari itu, Kementan telah membentuk tim pemantau panen, harga dan penyerapan gabah atau beras bekerja sama dengan Bulog, agar penyerapan gabah dan beras menjadi semakin cepat dan jeli.
Tim, kata dia, bertugas melakukan perencanaan dan pemantauan harga dan penyerapan gabah, melakukan pemantauan panen, harga dan penyerapan gabah atau beras, melakukan koordinasi dan sigkronisasi data hasil panen serta membuat pelaporan hasil pemantauan panen, harga dan penyerapan gabah beras.
Bekerja sama dengan Bulog, Kementan juga mengaku proaktif menginformasikan akses tentang di mana lokasi panen agar segera disambut oleh aksi Bulog menyerap harga. Menyoal hambatan penyerapan beras karwna kualitas kadar air pada gabah yang tinggi, Kementan melakukan upaya lanjutan yakni dengan menerbitkan Peraturan Mentan soal Pedoman Harga Pembelian Gabah dan Beras di Luar Kualitas Oleh Pemerintah.
Disebutkannya, dalam aturan tersebut ditetapkan. Untuk harga di luar kualitas di penggilingan, Gabah Kering Giling (GKG) maksimal memiliki kadar air 14 persen dan kadar hampa maksimal 3 persen dengan harga Rp 4.600. Sementara untuk harga pembelian beras di luar kualitas di gudang Bulog, untuk kualitas premium I memiliki derajat sosoh minimal 95 persen, kadar air maksimal 14 persen, butir patah maksimal 10 persen dan butir menir maksimal dua persen. "Harganya ditetapkan Rp 7.700," katanya.
Sementara, untuk kualitas rendah disyaratkan memiliki derajat sosoh, butir menir dan kadar air yang serupa dengan kualitas premium I, namun syarat butir patah maksimal 25 persen dengan harga Rp 7.150.