REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Jawa Timur Soekarwo mewacanakan "Jatimnomics" atau resep pertumbuhan ekonomi ala Jawa Timur (Jatim). Wacana itu dilontarkannya saat menjadi pembicara dalam workshop di Auditorium Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Rabu (6/5).
Dalam workshop bertajuk "Strategi Jawa Timur dalam Menghadapi Era Perdagangan Bebas: Semangat Indonesia Incoporated" itu, Gubernur Soekarwo menyebut empat strategi dalam wacana "Jatimnomics".
"Keempatnya pun dikembangkan di daerah," katanya.
Menurut Soekarwo, inti dari Jatimnomics adalah skema pembiayaan pembangunan yang tidak mengandalkan APBD/APBN, keberpihakan ekonomi melalui perda atau pergub, pengembangan pasar melalui kantor perwakilan perdagangan, dan pemberdayaan sumberdaya manusia (SDM).
"Untuk skema pembiayaan, kami lakukan kerja sama dengan sektor swasta dan lembaga pembiayaan. Kalau mengandalkan APBN hanya 7,6 persen kontribusinya pada pembangunan Jatim, sehingga mayoritas dari non-APBN dan non-APBD," katanya.
Gubernur Soekarwo mengaku memberi dorongan swasta untuk menanamkan investasi dengan memberikan jaminan kemudahan dalam lahan (tanah), perizinan, listrik, dan buruh (ketenagakerjaan).
"Terkait lembaga pembiayaan, kami mengembangkan lembaga keuangan mikro, seperti koperasi wanita, bank UKM, dan sektor perbankan," katanya.
Untuk keberpihakan ekonomi, Soekarwo mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui serangkaian perda atau pergub yang memihak mereka.
"Di Jatim, kami banyak mengeluarkan pergub tentang larangan impor beras, garam, gula rafinasi, tembakau, dan sebagainya," katanya.
Untuk pengembangan pasar, ia fokus pada pasar dalam negeri dengan mengembangkan kantor perwakilan perdagangan yang saat ini mencapai 27 provinsi serta beberapa perwakilan dagang di luar negeri, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Cina.
"Dengan perwakilan kantor perdagangan di dalam negeri itu, nilai perdagangan dari luar Jatim ke Jatim mencapai Rp325 triliun, sedangkan dari Jatim ke luar Jatim mencapai Rp415 triliun, sehingga ada surplus Rp90 triliun. Itu pun meningkat dari tahun ke tahun," katanya.
Untuk pemberdayaan sumberdaya manusia (SDM), ia bekerja sama dengan ITS Surabaya dan Universitas Brawijaya Malang mencetak wirausahawan melalui sistem inkubator dan sertifikasi, sehingga pasar berkembang dan kualitas produk juga berkembang.