Rabu 06 May 2015 18:11 WIB

Penyebab Menurunnya Kinerja Bank Mandiri Kuartal I

Rep: C87/ Red: Djibril Muhammad
Bank Mandiri
Foto: Republika/Prayogi
Bank Mandiri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Kinerja perbankan dilihat dari laba bersih pada kuartal I-2015 mengalami pelambatan. Corporate Secretary Bank Mandiri Rohan Hafas mengatakan, kinerja perbankan di kuartal I ada hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi di kuartal yang tumbuh 4,71 persen (yoy).

Akibat pertumbuhan ekonomi yang melambat, kegiatan dunia usaha juga melambat, baik daya beli, ekspor-impor serta produksi juga terefek. Bagi bank, kata Rohan, hal itu juga berarti efek bagi nasabah atau debitur yang mungkin melakukan pinjaman. Selain itu, ada sinyal kredit bermasalah (NPL) rata-rata juga sedikit naik.

"Tapi penyebab utama laba turun bukan itu saja, tapi likuiditas yang ketat yang terjadi di akhir 2014 sampai januari 2015," jelas Rohan saat dihubungi Republika, Rabu (6/5).

Menurutnya, pada November-Desember 2014, bank-bank berlomba untuk mencari DPK dengan biaya bunga yang tinggi. Menurutnya, saat itu deposito cukup tinggi. Hal itu menyebabkan biaya bunga bank-bank naik. Sedangkan karena ekonomi melambat, kredit serta merta tidak bisa dinaikka.

Sebab, kalau dinaikkan suku bunga kredit ada risiko untuk menjadi NPL, karena dibarengi pelambatan ekonomi. Akibatnya likuiditas ketat dan ekonomi yang melambat, lanjutnya, margin bunga bersih (NIM) perbankan juga naik.

"Marginnya bank semua tergerus. Hanya delapan dari 20 bank terbesar yang masih mencetak pertumbuhan labanya presentase naik kecil atau besar, sedangkan 12 bank mengalami penurunan laba," imbuhnya.

 

Namun, menurutnya, kondisi bulan April-Mei margin bunga bersih bank kebanyakan sudah cukup membaik kembali. Hal itu dikarenakan suku bunga deposito sudah turun, dan likuditas sudah membaik. NIM kembali mengecil, meskipun ada peningkatan biaya bunga sekian persen, namun pendapatan bunga retatif atau sedikit naik.

Oleh sebab itu, menyikapi kondisi tersebut, menurutnya rata-rata bank akan mereview semua sektor-sektor perekonomian. Bank akan lebih berhati-hati, artinya mesti dikaji ulang sektor apa yang harus masuk atau watch list. Misalnya sektor pertambangan, dimana harga batubara anjlok. Jika ada debitur yang minta kredit di sektor itu mungkin akan lebih enggan atau harus dihitung lebih baik.

Lain halnya dengan kredit sektor infrastruktur. Sebab, proyek-proyek pemerintah sudah memiliki anggaran dari APBN, dari sisi profil risiko akan jauh lebih aman, karena sumber pembiayaan pemerintah dananya sudah tersedi dan tidak tergantung untung rugi.

"Sehingga, kredit infrastruktur kalau bisa lebih digenjot. bagi bank itu juga akan lebih murah proyek infrastruktur, karena profil risiko yang rendah," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement