REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keterlambatan pertumbuhan ekonomi tak terhindarkan. Padahal menurut Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gajah Mada, A. Tony Prasentiantono, selama ini kita telah berekspektasi besar terhadap kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Ia mengungkap, tahun ini pemerintah berani menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 5,8 persen, namun data dari Badan Pusat Statistik (BPS) di kuartal pertama hanya 4,7 persen. "Target 5,8 persen tapi realisasinya 4,7 persen kejauhan jaraknya. Situasi ini mengecewakan," ujarnya dalam Talkshow 'Indonesia and Global Economic Outlook' di Hotel Raffles, Jakarta, Rabu, (6/5).
Ia menambahkan para menteri dalam Kabinet Kerja harus punya misi dan konsep. Jika hanya kerja keras namun tak pintar atau tak memiliki strategi maka bisa tak sesuai. "90 hari pertama saya masih mempunyai ekspektasi tapi kemudian pesimis lagi. Para menteri luar bisa berani menargetkan tinggi tapi teorinya nggak ada," tuturnya.
Kendati demikian, Tony mengaku Indonesia masih punya harapan. "4,7 persen jadi warning Jokowi, bahwa menjadi Presiden Indonesia lebih sulit daripada jadi Gubernur Jakarta atau Walikota Solo. Maka saya merasa tetap ada harapan," jelas Komisaris Permata Bank ini.