REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Harga minyak dunia kembali merosot setelah sempat mencapai titik tertinggi pada 2015 ini. Lemahnya aktivitas industri Cina melemahkan ekspektasi peningkatan permintaan tahun ini.
Anjloknya harga minyak pada 2014 menimbulkan ekspektasi pasokan dari produsen minyak mahal seperti AS akan melambat. Jumat pekan lalu, Baker Hughes Inc. menyampaikan, jumlah kilang minyak AS yang beroperasi turun signifikan dalam 21 pekan terakhir ini.
Harga minyak yang dicatat Brent crude turun 15 sen menjadi 66,31 dolar AS per barel pada Senin (4/5) pagi waktu AS setelah sebelumnya sempat berada di posisi tertinggi sepanjang 2015 seharga 67,10 dolar AS per barel.
"Pasar menduga harga akan makin ketat di paruh ke dua 2015. Fluktuasi harga ini bukan karena persoalan fundamental dan AS belum memberi sinyal menghentikan produksi minyak," tutur analis Commerzbank Eugen Weinberg seperti dikutip Reuters, Senin (4/5).
Brent mencatat penurunan harga minyak sudah mencapai 40 persen ke posisi 45,19 dolar AS per barel pada Januari 2015. Angka ini masih lebih baik karena tertahan pasokan dan permintaan yang menuju keseimbangan, pelemahan dolar dan ketegangan di Timur Tengah. Lemahnya aktivitas industri di Cina pada April ini pun membuat permintaan menurun.
"Cina memang melemah, tapi pasar bereaksi terbatas. Yang diinginkan pasar adalah pasokan yang seimbang dengan permintaan," kata Kepala Analis CMC Markets Sydney Ric Spooner.
Anjloknya harga minyak sudah berlangsung sejak pertengahan 2014 lalu pasca Organisasi Negara Produsen Minyak (OPEC) menolak mengurangi produksi mereka ditengah rendahnya konsumsi.