Selasa 28 Apr 2015 17:20 WIB

Nelayan di Lampung Kekeuh Tolak Peraturan Menteri Susi

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Winda Destiana Putri
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti memberikan keterangan tentang kasus perbudakan abk asing PT Pusaka Benjina Resources (PBR), Benjina, Maluku di Kantor Kementerian KKP, Jakarta, Rabu (8/4).
Foto: Antara/ Wahyu Putro A
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti memberikan keterangan tentang kasus perbudakan abk asing PT Pusaka Benjina Resources (PBR), Benjina, Maluku di Kantor Kementerian KKP, Jakarta, Rabu (8/4).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Sejumlah nelayan di wilayah perairan Lampung, menyatakan belum siap dengan penerapan peraturan yang dikeluarkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.

Permen-KP Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) masih ditanggapi dingin nelayan.

Para nelayan di Lampung sudah beberapa kali menggelar aksi unjuk rasa setelah diterbitkannya Permen-KP tersebut di DPRD Lampung. Nelayan menyatakan resah bila penerapan permen ini berlaku, pendapatan utama nelayan di laut menjadi berkurang bahkan terancam di penjara. Nelayan merasakan sosialisasi permen-KP ini sangat singkat sehingga nelayan menjadi khawatir terjadi masalah di lapangan.

Nelayan yang tergabung dalam Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Lampung, telah menolak kehadiran Permen-KP Nomor 2 Tahun 2015, dan telah disampaikan ke DPRD Lampung, sejak Januari silam. Menurut Darso, nelayan Teluk Lampung, penggunaan alat penangkap ikan seperti payang, dogol, dan cantrang sudah lama digunakan nelayan menangkap ikan di laut.

"Bahkan, penggunaan dengan cara ini pernah disarankan pemerintah," kata Darso, Selasa (28/4).

Hingga saat ini, ia mengungkapkan sebagian besar nelayan belum bisa berpindah cara lain dalam menangkap ikan di laut, khususnya peralatan moderen. Lagi pula ia menyatakan nelayan belum menerima alatnya dan belum bisa cara menggunakannya. Para nelayan mempertanyakan kepada pemerintah yang melarang penggunaan alat tersebut, padahal sebelumnya pemerintah menyarankan.

Ia menyatakan sejak pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, nasib nelayan semakin terjepit untuk mencari ikan di laut. Padahal, ungkap dia, penghasilan nelayan di laut terkadang tidak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh, untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sudah semakin berat karena barang-barang sudah naik.

Komisi II DPRD Lampung menyatakan permen-KP dinilai masih mempersempit ruang gerak nelayan, khususnya di Lampung, yang sebagian besar bermatapencarian sebagai nelayan. Ketua Komisi II DPRD Lampung, Hantoni Hasan, mengatakan Permen-KP tersebut seharusnya menggunakan masa sosialisasi selama dua tahun agar nelayan memahami maksudnya.

Ia mengungkapkan kalau Permen-KP tersebut akan diberlakukan pada September 2015, jelas akan terjadi pertentangan di lapangan oleh kalangan nelayan. Sebab, masa sosialisasi yang singkat menyebabkan banyak nelayan yang tidak mengetahuinya.

Komisi II juga menyayangkan pihak berwajib melakukan tindakan penangkapan kepada nelayan yang melanggar aturan tersebut di laut. Padahal, aturan ini masih dalam tahap sosialisasi. Ini artinya, pihak kepolisian juga harus diberikan sosialisasi, agar dapat memahami maksudnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement