Kamis 23 Apr 2015 23:05 WIB

Indonesia Perlu Tiru Cina dan India Soal Repatriasi Dividen

Rep: Satria Kartika Yudha/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
EKONOMI CINA: Pertumbuhan ekonomi Cina
Foto: blacktokyo.com
EKONOMI CINA: Pertumbuhan ekonomi Cina

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan Indonesia perlu meniru India dan Cina jika ingin menekan defisit transaksi berjalan dari defisit pendapatan primer akibat repatriasi dividen.

Faisal menjelaskan, Cina dan India memberlakukan kebijakan pembatasan waktu bagi perusahaan asing untuk  mengembalikan keuntungannya ke negara asal. Di Cina, sebut Faisal, repatriasi dividen baru dilakukan setiap setengah tahun sekali. Sementara di India setiap setahun sekali.

"Analoginya seperti deposito. Bunga bisa diambil dalam jangka waktu tertentu," kata Faisal ketika dihubungi Republika.

Meski begitu, kebijakan itu juga harus diberlakukan secara progresif. Artinya, jika nilai investasinya besar, maka jangka waktu repatriasinya pun harus lebih lama. Sebaliknya, kalau nilai investasinya kecil, jangka waktu repatriasi harus lebih sebentar. "Kalau disamaratakan malah nanti tidak ada yang mau investasi," ucap dia.

Menurut Faisal, skema itu bisa melengkapi kebijakan pemerintah yang baru saja menerbitkan fasilitas pajak penghasilan atau tax allowance melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2015. Fasilitas keringanan pajak penghasilan tersebut salah satunya akan diberikan kepada perusahaan yang mau melakukan reinvestasi dari sebagian keuntungannya.

Faisal belum mau memprediksi seberapa besar fasilitas tersebut untuk bisa menahan aksi repatriasi dividen perusahaan asing. "Mungkin bisa," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement