REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tim Reformasi Tata Kelola Migas menyatakan, kebijakan Pertamina untuk mengeluarkan produk baru jenis RON 90 bernama Pertalite belum sesuai dengan rekomendasi yang mereka ajukan.
Salah satu anggota tim reformasi migas, Agung Wicaksono menginginkan agar Pertamina melakukan penghentian impor RON 88. Dengan peresmian produk baru RON 90, maka hal ini belum terlaksana.
"Belum sesuai. Kami belum bisa melihat ini sebagai sesuatu yang merupakan rekomendasi kita dan intinya peran pemerintah untuk tetap kan harga masih diperlukan," jelas Agung, Ahad (19/4).
Agung menegaskan, tim reformasi migas menginginkan agar produk BBM nantinya akan beralih kepada RON 92, di mana benchmark harga secara internasional sangat jelas.
Berbeda hal nya dengan RON 88 di mana tidak banyak negara yang memakainya sehingga sangat rawan adanya permainan oleh operator. Hal yang sama, lanjut Agung, bisa saja terjadi dengan produk RON 90.
"Tapi kalau Pertamina bilang Pertalite untuk bertahap dari 88-90-92, ya itu silakan. Tapi yang paling penting kita mendorong bertahap itu bukan bertahap RON nya lho. Kalau dari 88 mau jadi 92 apakah artinya harus lewat 90 dulu? Ini yang tentunya Pertamina silakan punya langkah demikian. Tapi jangan sampai menimbulkan kekisruhan di masyarakat," ujar Agung.
Poin kedua yang dikritisi oleh Tim Reformasi Tata kelola migas adalah kebijakan penentuan harga. Sebelumnya pemerintah menyatakan bahwa Pertalite tidak akan disubsidi. Dengan demikian, harga Pertalite akan dilepas ke pasar. Agung menilai, peran pemerintah dalam penentuan harga masih sangat dibutuhkan.
Selain itu, Agung meminta kepada Pertamina untuk melakukan survey lapangan sebelum menerapkan penghapusan Premium.