REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - PT Pertamina di awal tahun 2015, Januari hingga Februari, mengalami kerugian sebesar 212,3 juta dolar AS. Menanggapi hal itu, Direktur Utama PT Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan kerugian yang diderita perseroan tidak bisa dijadikan ukuran kinerja secara keseluruhan, sepanjang tahun 2015.
Menurut Dwi, kerugian tersebut salah satunya dipicu karena adanya persediaan stok minyak pada Oktober 2014, yang saat itu harganya masih tinggi.
"Kita tidak bisa melihat kinerja hanya dalam 1-2 bulan saja, karena ini kan banyak menyangkut masalah efek harga minyak yang turun. Bulan Januari itu masih memikul beban harga minyak yang dibeli bulan Oktober, yang harganya masih mahal," ujar Dwi saat ditemui di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (13/4).
Untuk menutupi kerugian tersebut, Pertamina kata Dwi akan menempuh beberapa cara. Salah satunya yakni efisiensi, baik dari segi bisnis maupun penghematan tingkat losses (kehilangan volume), pasokan BBM yang turun menjadi 0,2 persen, dari semula 0,29 persen.
"Efisiensi akan kita lihat, pertama proses bisnisnya dan segala macem lebih terbuka. Dari proses pengadaan saja yang kita mulai sentralisasikan kita sudah bisa dapat saving US$ 30 juta. Itu akan menjadi bekal untuk ke depan untuk mengawal proses transportasi, sehingga kita bisa tekan looses sekarang jadi 0,2 persen. Itu juga akan memberi dampak sangat besar (tutupi kerugian Pertamina-red)," lanjutnya.
Selain itu, PT Pertamina juga akan melakukan restrukturisasi keuangan, dengan mengoptimasi aset milik perseroan.
“Dari aset lahan saja yang dimiliki Pertamina itu ada 132,52 juta meter persegi lahan,” jelas Dwi.
Dwi menjelaskan, dari lahan seluas 132 juta meter persegi itu, sebanyak 42 persennya masih belum free and clear, 7 persen free tapi belum clear, dan hanya 23 persennya saja yang free and clear.
Selain untuk membiayai beban pinjaman yang akan jatuh tempo, optimalisasi aset tersebut akan dimanfaatkan untuk menunjang bisnis inti perusahaan migas pelat merah itu, diantaranya untuk membiayai program Refining Development Masterplan Progam (RDMP), pembangunan depot, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), dan lainnya.
“Optimalisasi bisa dilakukan sendiri atau kemitraan. Seperti contohnya kawasan industri maritim di Tanggamus, Lampung. Cara pendayagunaannya bisa dengan sewa, atau lainnya,” ujar Dwi.
Dia mengatakan, selain dengan optimalisasi aset, Pertamina juga melakukan restrukturisasi keuangan dengan mengupayakan langkah efisiensi, serta penyelarasan strategi jangka pendek dan jangka panjang.