Jumat 10 Apr 2015 05:00 WIB

Soal Swasta tak Boleh Kelola Blok Mahakam, Ini Saran Pengamat

Rep: C85/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Lapangan Migas Blok Mahakam.
Foto: IST
Lapangan Migas Blok Mahakam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana kementerian ESDM untuk menerbitkan peraturan menteri terkait dilarangnya keterlibatan swasta dalam participating interest PI 10 persen diminta untuk dikritisi dan dikaji kembali. Hal ini diungkapkan oleh Mamit Setiawan Direktur Executive Energy Watch, Kamis (9/4).

Mamit menilai, sudah tertuang dalam aturan bahwa Pemerintah Daerah atau BUMD mempunyai hak participating interest dalam pengelolaan blok migas berdasarkan Undang-undang No.22 tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi Dan pasal 34 Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

"Disatu sisi, terkait PI 10 persen merupakan terobosan bagus meningkatkan kemandirian BUMD, sehingga tidak menjadi tunggangan pemodal melalui pengelolaan participating interest. Di sisi lain, perlu diperhatikan bahwa tidak diperbolehkannya swasta untuk terlibat harus dikaji lagi, mengingat tidak semua BUMD mempunyai modal yang cukup untuk bisa terlibat dalam participating interest 10 persen," jelas Mamit.

Selain itu, Mamit melanjutkan, jika BUMD yang menjalankan sepenuhnya participating interest 10 persen, harus dilihat apakah BUMD memiliki tenaga ahli yang memadai dan kompeten sesuai kualifikasi teknis yang dibutuhkan.

"Data dari  Badan Kerjasama BUMD seluruh Indonesia (BKS BUMD SI) Dari 1.113 BUMD di Indonesia, hanya sekitar 40 persennya saja yang masuk kategori BUMD sehat," ujar Mamit.

Dia mencatat, mayoritas BUMD dengan nilai aset totalnya mencapai Rp 400 triliun sekarang ini dalam kondisi stagnan atau dalam kondisi tinggal papan nama. Dan mayoritas BUMD yang sehat tersebut berada di pulau jawa.

"Karena industri perminyakan merupakan industri padat modal serta berisiko tinggi. Untuk membagi risiko dan beban biaya tersebut maka perlu keterlibatan swasta bersama BUMD dalam pengelolaan participating interest 10 persen tersebut," katanya.

Mengingat, katanya, tingginya biaya dan risiko pengelolaan industri Migas di Indonesia. Mamit menilai akan berbeda jika swasta dilibatkan dalam participating interest 10 persen, maka swasta bisa berkerja secara profesional dengan modal yang dimiliki, swasta bisa membantu pemberdayaan BUMD daerah, transfer keahlian, dan berkembangnya iklim investasi di daerah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement