Ahad 05 Apr 2015 14:29 WIB

Ekonom: BBM Naik, Rakyat tak Perlu Kompensasi

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Winda Destiana Putri
Seorang petugas melayani penjualan bahan bakan minyak (BBM) di salah satu SPBU Kawasan Tanah Abang, Jakarta, Rabu (18/3).  (Republika/Prayogi)
Foto: Republika/Prayogi
Seorang petugas melayani penjualan bahan bakan minyak (BBM) di salah satu SPBU Kawasan Tanah Abang, Jakarta, Rabu (18/3). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jika hanya mengukur dampak kenaikan harga BBM saja, masyarakat tidak memerlukan kompensasi. Sebab kenaikan BBM kali ini dinilai tak lebih parah dari kenaikan harga BBM sebelumnya.

Ekonom IPB dan Megawati Institut Iman Sugema mengungkapkan, jika hanya mengukur dampak kenaikan harga BBM saja, kompensasi tidak diperlukan karena kondisi saat ini tidak lebih parah dari kenaikan BBM sebelumnya.

Tapi karena bersamaan dengan kenaikan tarif listrik, LPG dan beras, ia melihat wajar masyarakat dibuat pusing.

"Tinggal kemana fokusnya pemerintah. Kalau menolong ke harga barang, buka beri kompensasi tapi guyur pasar dengan komoditas murah. Kalau mau ke LPG, struktur harganya dibenahi," tutur Iman dalam diskusi ekonomi di Cikini, Sabtu (4/4).

Iman menilai penerima kompensasi selama ini juga tidak tepat sasaran karena menggunakan data lama, data 2011. Pendataan warga miskin sendiri baru akan dilakukan bersama sensus Juni nanti.

"Jadi kompensasi tidak diperlukan. Ini hanya efek psikologis kenaikan harga lain yang tidak punya kaitan dengan BBM," kata Iman.

Skema kompensasi perlu diubah menjadi skema pemberdayaan. Dengan dihapuskannya subsidi, masyarakat harus dididik menghadapi kondisi riil tak ada subsidi.

Karena itu ia menyarankan agar 70 persen pengalihan subsidi dialirkan untuk program produktif yang manfaatnya bisa terasa dalam dua tiga tahun, termasuk infrastruktur energi.

Meski bukan opsi terbaik, kompensasi langsung dinilai pengamat ekonomi Indef Imaduddin Abdullah bisa menanggulangi sementara dampak kenaikan BBM oleh masyarakat miskin.

"Masalahnya, apakah kompensasi BBM selama ini tepat sasaran? Perlu ada perbaikan administrasi, data harus dibenahi," kata dia.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya W. Yudha mengatakan ini menjadi kritik bagi pemerintah. Jika harga pokok dan inflasi tidak bisa dikendalikan, maka urusan dampak kenaikan BBM tidak hanya ada pada Kementerian ESDM, tapi semua kementerian di bawah lingkup perekonomian.

Ada sekitar 127 juta rakyat miskin, sangat miskin dan mendekati miskin. Subsidi tetap perlu selama dampak kenaikan harga BBM tidak bisa dikendalikan. Pemerintah juga masih harus melunasi utang rencana pembangunan energi yang dijanjikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement