Jumat 03 Apr 2015 13:07 WIB

Kenaikan BBM Idealnya Enam Bulan Sekali

 Seorang petugas melayani penjualan bahan bakan minyak (BBM) di salah satu SPBU Kawasan Tanah Abang, Jakarta, Rabu (18/3).
Foto: Prayogi/Republika
Seorang petugas melayani penjualan bahan bakan minyak (BBM) di salah satu SPBU Kawasan Tanah Abang, Jakarta, Rabu (18/3).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Komisi II DPRD Jawa Barat mengatakan kenaikan atau penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan oleh pemerintah idealnya dilakukan secara berkala agar dampaknya tidak langsung dirasakan masyarakat.

"Ini yang sering saya sampaikan bahwa idealnya pemerintah pusat tidak terlalu terburu buru. Kalau bisa secara period lah, paling minimal enam bulan lah untuk menaikkan atau menurunkan harga BBM," kata Ketua Komisi II DPRD Jawa Barat Ridho Budiman Utama, Jumat (3/4).

Ia menuturkan, naik atau turunnya harga BBM bukan berarti akan berdampak pada harga lainnya menjadi turun karena adanya kekacuan harga yang membuat penurunan harga BBM tidak akan membuat penurunan harga lainnya seperti harga kebutuhan pokok dan tarif angkutan umum.

"Ini kan dulu katanya setiap dua pekan sekali harga itu dilihat. Kalau misalnya harga minyak dunia naik, maka dinaikkan, dan kalau turun maka diturunkan. Kalau harga BBM sudah naik biasanya yang lain susah turun lagi," kata dia.

Menurut dia, Pemprov dan DPRD Jawa Barat memiliki wadah untuk mengantisipasi dampak atau gejolak yang diakibatkan karena kenaikan harga BBM yakni Forum Pengendali Inflasi Daerah.

"Di forum ini kita diskusi untuk tarif angkutan umum pasca kenaikan harga BBM yang dibahas dengan Disperindag, Dinas Pertanian, Perkebunan dan bahkan kita undang Organda kalau ada gejolak. Tapi sekarang belum ada gejolak atau usulan kenaikan tarif angkutan atau kenaikan harga kebutuhan pokok," kata dia.

Jika pemerintah tetap mengikuti mekanisme pasar dalam menentukan besaran harga BBM, kata Politisi dari Fraksi PKS DPRD Jawa Barat ini, menilai hal tersebut tidak ideal.

"Kita itu bukan menganut sistem ekonomi kapitalis atau sosialis tapi sistem ekonomi Pancasila. Di mana salah satu mekanisme pengendalian harga itu adalah pemerintah," kata dia.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement