REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sadar bisa membantu meningkatkan kesejahteraan global, Dewan Pengawas Jasa Keuangan Islam (IFSB) mendorong inklusi keuangan syariah di 44 negara anggotanya.
Sebagai tuan rumah penyelenggaraan pertemuan tahunan ke 26 dan anggota IFSB, Bank Indonesia melalui Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengungkapkan, inklusi keuangan syariah adalah hal baru di IFSB, tapi tidak untuk beberapa negara seperti Kenya dan Indonesia. Kenya dan Indonesia memiliki program mobile banking yang jadi salah satu area dimana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BI berupaya mempercepat inklusi keuangan.
Layanan keuangan digital dan layanan keuangan dalam rangka inklusi keuangan (Lakupandai) jadi dua program Indonesia yang saling melengkapi dan sedang terus disosialisasikan kepada masyarakat yang belum mengenal jasa keuangan.
Inklusi finansial penting untuk menanggulangi kemiskinan termasuk di negara-negara anggota OKI. Intervensinya pun tidak hanya menggunakan pendekatan keuangan, tapi juga lembaga pendampingnya seperti zakat dan wakaf.
Penerapan bagi hasil yang jadi ciri ekonomi syariah akan berkembang positif mengingat pola hubungannya adalah kemitraan.
''Penekanan ekuitas dan pembatasan utang dalam ekonomi syariah memberi pengaruh positif pada masyarakat untuk tidak berutang. Sebab dengan tidak berutang terlalu banyak, stabilitas ekonomi makro pun akan terjaga,'' tutur Halim usai membuka Pertemuan Tahunan IFSB, Selasa (31/3).
Halim menyampaikan, Indonesia senang bisa menggelar pertemuan tahunan yang memiliki anggota bank sentral maupun lembaga pengawas keuangan dari 44 negara. Dalam 10 tahun terakhir, pertumbuhan keuangan syariah global pun tumbuh baik 17,3 persen dengan aset dua triliun dolar AS.