Selasa 31 Mar 2015 20:30 WIB

Pemerintah Dianggap Belum Serius Diversifikasi Energi

Pengendara Bajaj mengantre untuk mengisi bahan bakar gas (BBG) di salah satu Stasiun Pengisian Gas, Jakarta, Rabu (25/2).
Foto: Republika/Prayogi
Pengendara Bajaj mengantre untuk mengisi bahan bakar gas (BBG) di salah satu Stasiun Pengisian Gas, Jakarta, Rabu (25/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Jakarta Ninasapti Triaswati mengatakan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla belum serius melakukan diversifikasi energi sehingga Indonesia masih sangat bergantung pada bahan bakar minyak (BBM).

"Padahal, kenaikan harga BBM pada akhirnya akan berimbas kepada kenaikan energi lainnya, misalnya listrik, karena pembangkitnya mayoritas masih menggunakan BBM," kata Ninasapti Triaswati saat dihubungi di Jakarta, Selasa (31/3).

Selain itu, kenaikan harga BBM juga berimbas pada biaya transportasi yang pada akhirnya memengaruhi harga-harga komoditas seperti kebutuhan pokok masyarakat. Menurut Nina, sudah saatnya Indonesia melakukan diversifikasi energi yaitu beralih dari minyak ke gas atau batu bara. Apalagi, sejumlah kendaraan angkutan umum di Jakarta, seperti bus TransJakarta dan bajaj, sudah mulai menggunakan gas.

"Kalau bus dan bajaj saja bisa, mengapa kendaraan pribadi tidak bisa. Namun, permasalahan di Indonesia adalah tidak adanya infrastruktur stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) yang memadai dan mencukupi," tuturnya.

Nina mengatakan isu mengenai diversifikasi energi sebenarnya sudah lama bergulir, tetapi selama ini tidak pernah diterapkan secara konsekuen. "Rencananya sudah baik, tetapi penerapannya masih belum baik," ujarnya.

Karena itu, Nina menyarankan agar pemerintah lebih serius menyiapkan infrastruktur untuk melakukan diversifikasi energi, misalnya membangun pembangkit listrik bertenaga gas atau batu bara dan memperbanyak SPBG.

"Rencana sudah ada, mengapa penerapannya terlihat lambat. Pertanyaannya adalah apakah pemerintah serius atau tidak dalam menyiapkan infrastruktur," ucapnya.

Terkait fluktuasi harga BBM bersubsidi, Nina mengatakan hal tersebut disebabkan pemerintah mengambil kebijakan subsidi tetap untuk mengamankan risiko fiskal akibat kenaikan harga minyak dunia. Dengan harga yang fluktuatif, negara tidak akan menanggung beban subsidi yang besar.

Hal tersebut tidak terjadi bila pemerintah menerapkan harga tetap terhadap BBM bersubsidi. Ketika harga minyak dunia meningkat, pemerintah akan menanggung biaya beli yang tinggi tetapi dijual dengan harga murah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement