REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Masalah penyelesaian kontrak pengelolaan migas blok mahakam, Kalimantan Timur bukan terganjal masalah penguasaan teknologi, melainkan lebih kepada aspek legal dari perjanjian yang telah disepakati bersama.
Menurut Anggota Dewan Energi (DEN) Andang Bachtiar di sela Forum Sharing Teknologi Hulu (FSTH) PT Pertamina (Persero) di Denpasar, Bali Senin (30/3), Indonesia telah menguasai aspek teknologi pengelolaan migas dan sumber daya manusia (SDM). Pemerintah telah memiliki itu semua, tinggal diberikan kepada PT Pertamina (Persero) selaku pengelola bisnis migas nasional.
"Pertamina mampu, masalahnya dalam kontrak tidak ada klausul yang memungkinkan pemerintah bisa mengintervensi dalam perjanjian kontrak kerja," katanya.
Hal itu dimanfaatkan pengelola blok mahakam untuk mengambil keuntungan. Kontraktor saat ini khawatir tidak akan memperoleh jatah lagi di masa mendatang. Kondisi serupa juga dijumpai pada perjanjian kontrak pengelolaan migas di tempat lain yang melibatkan kontraktor asing.
Nantinya kontrak pengelolaan migas harus dirubah agar lebih menguntungkan kepentingan negara. "Masalahnya bukan di teknologi, tapi di aspek legal," katanya.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Dwi Soetjipto menambakan akhir Februari lalu pihaknya telah menyampaikan hasil studi kepada pemerintah terkait blok Mahakam. Padahal laporan itu seharusnya disampaikan akhir April.
Ini sebagai bukti keseriusan Pertamina dalam mengambil alih pengelolaan blok mahakam yang kaya migas itu. Kontrak pengelolaan blok Mahakam yang kini dikelola perusahaan migas asal Prancis, Total dan Inpex asal Jepang akan berakhir 2017.
Tahun berikutnya akan memasuki era baru dan pemerintah harus meresponnya dengan cepat. "Ini menyangkut keamanan suplai energi nasional," katanya.
Apabila tidak diantisipasi sejak sekarang, dikhawatirkan saat perpindahan pengelolaan akan mempengaruhi suplai energi nasional. Pertamina juga sudah siap bekerja sama dengan perusahaan lain dan mengatasi masalah SDM yang selama ini mengelola blok Mahakam.