REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Setelah Word Bank dan International Monetary Fund, kini giliran Organization for Economic Cooperation dan Development (OECD) yang memberikan prediksinya terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia. OECD memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini adalah 5,3 persen.
Prediksi angka pertumbuhan tersebut hampir sama dengan yang telah diumumkan World Bank dan IMF belum lama ini. Intinya, lembaga-lembaga internasional memperkirakan target pertumbuhan ekonomi 5,7 persen yang dicanangkan pemerintah diragukan tercapai.
Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurria menyebut Indonesia sebagai negara berkembang memiliki banyak tantangan pada tahun ini."Terutama tantangan terhadap gejolak eksternal," kata Gurria dalam acara Launch of the 2015 Indonesia Economic Survei di Hotel Borobudur Jakarta, Rabu (25/3).
Berdasarkan survei OECD, risiko yang dihadapi Indonesia sebagian besar memang bersifat eksternal. Permintaan ekspor dari mitra dagang, khususnya Tiongkok, tidak akan pulih secepat yang diperkirakan. Harga komoditas bahkan dapat semakin melemah.
Meskipun pasar keuangan sebagian telah memperhitungkan efek normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat, ia menyebut Indonesia masih tetap rentan terhadap kenaikan suku bunga internasional lantaran kebutuhan pendanaan eksternal masih tetap signifikan.
Dari sisi internal, faktor politik disebut juga menjadi tantangan tersendiri. Presiden Joko Widodo akan kesulitan meloloskan agenda reformasinya yang ambisius melalui parlemen lantaran para sekutu politiknya tidak menduduki posisi mayoritas.
Meski begitu, Gurria mengaku cukup kagum dengan keberanian pemerintah dalam hal kebijakan subsidi BBM. Pemerintah telah mencabut subsidi BBM jenis premium dan menetapkan subsidi tetap untuk solar.
"Kebijakan tersebut sangat menyehatkan anggaran pemerintah. Anggaran jangan hanya dipakai untuk dibuang begitu saja melalui subsidi BBM, tapi memang harus digunakan untuk hal produktif," kata dia.